RADARLAMPUNG.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek Rumah Tidak layak Huni (RTLH) di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Lampung Utara (Lampura).
Kasi Penkum Kejati Lampung Ricky Ramadhan menjelaskan, penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung telah melakukan serangkaian pemeriksaan terkait dugaan korupsi kegiatan Konsultasi Perencanaan pada bidang Perumahan tahun anggara 2017, 2018, 2019 dan tahun 2020 pada Disperkim Lampura.
Pada Disperkim Lampura terdapat kegiatan-kegiatan perencanaan jasa konsultasi, survey pendataan dan verifikasi RTLH sebagai berikut yakni tahun anggaran 2017, terdapat 15 paket pekerjaan, kemudian tahun anggaran 2018 terdapat 10 paket pekerjaan, tahun anggaran 2019 terdapat 8 paket pekerjaan dan tahun anggaran 2020 ada 4 paket pekerjaan.
Dalam pengerjaannya kata Ricky diduga ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,7 miliar.
BACA JUGA:Kesal, Hari Pertama Kerja, Wali Kota Bandar Lampung Temukan Sejumlah ASN Bolos Kerja
"Berdasarkan laporan akuntan publik atas penghitungan keuangan negara dalam perkara kegiatan konsultasi perencanaan pada bidang perumahan tahun anggaran 2017, 2018, 2019 dan tahun 2020 pada Disperkim Lampura telah ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.751.088.007," katanya.
Dari kerugian negara tersebut, penyidik Kejati Lampung kemudian menetapkan dua tersangka yakni WP dan AA.
"Dua tersangka tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya penyimpangan dalam perkara ini yaitu WP dan AA," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Lampung Utara (Lampura) Tahun Anggaran 2018-2020.
BACA JUGA:Korupsi Budidaya Lebah, Oknum Mantan Anggota DPRD Tanggamus Dituntut 1 Tahun 6 Bulan
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin saat itu menjelaskan pihaknya menaikan tahap penyelidikan ke penyidikan atas dugaan kasus korupsi perencanaan kegiatan fiktif di Disperkim Lampura.
Dugaan korupsi tersebut kata Hutamrin dilakukan dengan cara menyusun program kegiatan perencanaan yang tidak diikuti dengan kegiatan fisik dan melakukan kegiatan perencanaan yang fiktif sehingga tidak mempunyai nilai manfaat.(*)