Ada beberapa pertimbangan hukum dan etika yang harus diperhatikan oleh media dalam situasi seperti ini, terutama terkait dengan prinsip praduga tak bersalah dan perlindungan terhadap hak privasi individu.
BACA JUGA:Mutasi Polri Akhir Desember 2024, Kapolresta Bandar Lampung Diganti
BACA JUGA:Masuk Mutasi Polri Polda Metro Jaya Desember 2024, Puluhan Personel Parkir di Yanma
Praduga Tak Bersalah
Salah satu prinsip dasar dalam sistem hukum di banyak negara, termasuk Indonesia, adalah praduga tak bersalah (presumption of innocence).
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya di pengadilan.
Oleh karena itu, media tidak boleh menganggap atau menyebut seseorang sebagai pelaku kejahatan sebelum ada keputusan pengadilan yang sah.
BACA JUGA:Jangan Sampai Tidak Kebagian Link DANA Kaget, Rebut Saldo Gratis Rp 120 Ribu Cair Tanpa Potongan
Dalam berita tersebut sudah secara terang terangan menyebut inisial AHP, jabatan-jabatan dan prestasi yang spefisik sehingga merujuk ke satu orang saja yaitu saya. Ini melanggar Perlindungan Terhadap Identitas.
Sedangkan Dalam kasus pelecehan seksual, media harus menjaga kerahasiaan identitas baik korban maupun terduga pelaku untuk melindungi privasi dan menghindari stigma sosial. terutama selama proses penyelidikan dan sebelum adanya keputusan pengadilan.
Penyebutan nama tersangka atau foto atau informasi lain yang dapat membuat terindifikasi, mereka harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Apa lagi dalam TPKS sesuai pasal 153 ayat (3) KUHAP Termasuk delik aduan dan proses sidangnya tertutup sehingga tidak bisa diberitakan vulgar dan memaparkan identitas seperti itu.
Etika Jurnalistik