disway awards

Idul Adha dan Totalitas Kepemimpinan Spiritual

Idul Adha dan Totalitas Kepemimpinan Spiritual

TEGUH ANANTAWIKRAMA--

Oleh Gus Teguh Anantawikrama

Setiap tahun, Idul Adha datang bukan hanya membawa gema takbir dan semangat berkurban.

Tetapi juga menyentuh dimensi terdalam dari perjalanan spiritual dan sosial umat manusia. 

Lebih dari ritual, Idul Adha adalah simbol keteladanan. 

Dua sosok luar biasa—Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS—menunjukkan kepada dunia makna totalitas dalam pengabdian, yang tidak dibatasi oleh logika manusia, tetapi dijalani dengan keyakinan penuh kepada kehendak Ilahi.

Nabi Ibrahim AS menghadapi ujian maha berat: diminta untuk mengorbankan anak yang ia cintai. 

Sebuah pengorbanan yang, jika ditakar dengan nalar duniawi, terasa mustahil. 

Namun di situlah maknanya: ketika cinta kepada Tuhan melebihi cinta kepada apa pun di dunia. 

Nabi Ismail AS pun tidak kalah agung—ia menjawab panggilan itu dengan ikhlas dan teguh, meski sebagai seorang anak, ia adalah pihak yang akan “dikorbankan.”

Dalam konteks hari ini, pesan keduanya relevan bagi kita semua, terlebih sebagai bangsa. 

Idul Adha harus menjadi momen refleksi mendalam untuk memperkuat kesatuan bangsa dan memperteguh niat kita untuk bangkit sebagai khalifah di muka bumi. 

Bangsa yang diberi anugerah sumber daya besar, keragaman budaya, dan posisi strategis di dunia tidak bisa hanya berpuas diri dalam simbol dan seremoni. 

Kita perlu meneladani esensi kurban: meninggalkan ego, memperkuat solidaritas, dan mewujudkan peradaban yang berkeadilan.

Totalitas Nabi Ibrahim dan Ismail adalah cermin dari kepemimpinan spiritual dan moral yang hari ini sangat kita perlukan—baik di level individu, komunitas, maupun negara. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: