Antara Angka, Keadilan Fiskal, dan TKD yang Terpangkas
Ari Suryanto.-Foto Dok. Pribadi-
Angka itu besar.
Belum lagi, pemda harus menutup gaji PPPK, pegawai baru yang jadi tanggungan pemda.
Secara nasional, TKD 2026 turun 24,7 persen. Dari Rp919,9 triliun menjadi Rp692,99 triliun. Turun Rp226,9 triliun.
Forum kepala daerah pun ribut. Mereka berkumpul lewat APPSI di Jakarta. Bukan untuk melawan. Hanya minta keadilan. Pun minta waktu menyesuaikan diri.
Baru-baru ini muncul suara dari pusat. Dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
“Daerah harus menyesuaikan. Fokus pada pelayanan publik. Kurangi seremonial. Kurangi perjalanan dinas. Setiap rupiah harus punya makna,” kata dia.
Nada Tito bukan ancaman. Tapi peringatan. Bahwa dunia fiskal sudah berubah.
Ia lantas menilik ke masa Covid. “Dulu WFO cuma 25 persen, tapi pemerintahan tetap jalan. Anggaran juga dipotong besar-besaran. Tapi bisa efisien,” klaimnya.
Sindiran halus itu jelas: bisa, kalau mau.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya sudah lebih dulu buka suara. Lebih blak-blakan.
“Banyak TKD di daerah tidak efektif. Bahkan disalahgunakan,” katanya.
Pemangkasan ini, kata dia, agar uang rakyat benar-benar sampai ke rakyat.
Kalimatnya tajam. Tapi logikanya kuat. Masalahnya: realitas tidak sesederhana tabel anggaran.
Lampung masih bergantung pada pusat.
Satu kilometer jalan yang tertunda, artinya rakyat harus tetap sabar melintas di jalan penuh kubangan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
