”Dari Ibu, untuk Almarhum Aga”
radarlampung.co.id – Satu bulan sudah, Aga Trias Tahta, meninggal dunia. Mahasiswa jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung ini tewas saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) UKM Cakrawala. Namun duka masih menyelimuti keluarga pemuda yang tinggal di Dusun Wonokarto RT.1/RW. 8 Pekon Wonodadi, Gadingrejo, Pringsewu tersebut. Terlebih Rosdiana, ibu almarhum Aga. Wanita 52 tahun ini tidak bisa menahan kepedihan dan kehilangan Aga. Sosok pendiam dan taat beribadah itu. \"Memang, kondisi ibu saat ini mulai membaik. Berusaha tegar dan sabar untuk mengiklaskan almarhum,\" kata Amin Abdurahman (39), kakak almarhum Aga. Untuk meluapkan ungkapan hatinya terhadap Aga, Rosdiana menuangkannya dalam barisan kalimat. \"Itu bukan ditujukan kepada siapa-siapa. Hanya curahan hati seorang ibu. Kesedihan ibu ketika anak yang disayangi telah tiada ,\" jelasnya. Sejak Aga meninggal, setidaknya ada tiga bagian tulisan yang dibuat Rosdiana. Salah satunya seperti yang dikirimkan kepada Radarlampung.co.id. Tulisan ini juga diposting melalui akun Facebook Eka Thirta Maharani. Aga...Hari ini ibu menulis, menulis lagi dengan air mata bercucuran. Mengenang saat perawat membuka penutup jenazahmu. Pemandangan mengerikan tertantang di hadapan mata. Inikah Aga ku? Jenazah? Penuh luka yang sudah hampir mengering. Seberapa lama engkau bisa menahan sakit itu. Mungkin melebihi sakitnya saat ibu melahirkanmu. Rasa sakit seperti 20 tulang belakang manusia hidup dipatahkan bersamaan. Aga...Ibu tidak sadar lagi apa saja yang ibu lakukan. Yang teringat, hanya saat ibu membuka penutup kakimu. Ujung jari-jarimu terkelupas, kulit menggulung di ujung kuku. Jabatan apa yang kalian miliki sehingga merasa pantas mengazab Agaku? Kesalahan apa yang Agaku lakukan pada kalian? Apa kalian tidak tau, Agaku memiliki pribadi yang santun. Muslim yang taat. Sayang keluarga... Aga ku memang halus lembut. Tapi ibu yakin Aga bisa, kalau hanya di sekitaran lokasi Aga mendaki gunung. Karena hampir tiga tahun Aga ku setiap hari mengayuh sepeda orange-nya menuju sekolah. Agaku dengan ikhlas menjadi 1 di antara 2 orang yang mengendarai sepeda di SMAN 1 Gadingrejo. Aga ku memang pendiam, tapi dia bisa ceria bila berkumpul dengan kelompok Restornya. Makan bersama, pergi ke tempat-tempat yang indah. Mahitam misalnya. Aga suka alam terbuka, berenang di pantai atau pergi ke Pahawang dengan kakak dan adiknya. Mengikuti acara tadabur alam. Aga ku bukan orang penyakitan. Saat sekolah di SMPN 1 Gadingrejo, Aga ku berlatih karate dan memiliki ijazah kyu dengan nilai 8,5 dan berhak memakai sabuk kuning. Dan berikutnya pada 8 februari 2015 berhak memakai sabuk biru, walaupun hanya standar nilai kyu 5,5. Berlatih dan berlatih hingga kelas 2 SMA. Karena saat kelas 3-nya, tidak ada ekstrakurikuler. Aga hanya mempersiapkan diri menghadapi ujian dan Aga mendapat nilai baik untuk semua mata pelajaran dan mendapat prestasi juara tiga. Nilai terbesar untuk mata pelajaran Sosiologi. (sag/ais)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: