Analisis Upaya Pencegahan Tindak Pidana Radikalisme yang Menjadi Perhatian Khusus di Wilayah Lampung (Studi Pa

Analisis Upaya Pencegahan Tindak Pidana Radikalisme yang Menjadi Perhatian Khusus di Wilayah Lampung (Studi Pa

Oleh Chitra Anggraini   Perbuatan radikalisme sudah mengandung unsur penggunaan kekerasan, dan pelakunya menyasar kaum muda bahkan gejala radikalisme telah lahir dan tumbuh di lingkungan sekolah / Maka perlu langkah-langkah strategis, sistematis dan komprehensif, dalam mencegah radikalisme di masyarakat. Permasalahan: 1) Apa kewenangan Direktorat Intelijen Polda Lampung dalam menanggulangi radikalisme dalam upaya mengayomi masyarakat? 2) Bagaimana strategi Direktorat Intelijen Polda Lampung dalam menanggulangi radikalisme yang mendapat perhatian khusus? Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, dan pendekatan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Analisis data menggunakan analisis yuridis kualitatif. Hasil Penelitian: Kewenangan Direktorat Intelijen Polda Lampung untuk memerangi radikalisme dalam upaya mengayomi masyarakat telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun kewenangan tersebut belumlah cukup, karena pola penindakan polisi terhadap radikalisme masih bersifat represif dengan mengacu pada produk hukum yang ada. Sehingga polisi tidak bisa bebas dalam mengatasi pengaruh radikalisme yang masuk ke Lampung. Strategi Direktorat Intelijen Polda Lampung untuk mengatasi radikalisme yang mendapat perhatian khusus dengan cara: Melakukan tindakan untuk memotong paham radikalisme dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Melakukan operasi strategis rutin dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak pengaruh radikalisme di daerah masing-masing. Melakukan pembinaan mental dan pembetulan ideologi terhadap narapidana kasus radikalisme atau radikalisme dan keluarganya. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat, sosialisasi ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya pengaruh radikalisme, melalui strategi seminar di kampus dan sekolah, serta sosialisasi di masyarakat melalui strategi gathering. Saran : Kepada Direktorat Intelijen Polda Lampung agar terus bersinergi dengan aparat penegak hukum dalam upaya penanggulangan radikalisme. Kepada Direktorat Intelijen Polda Lampung agar selalu mensosialisasikan tindak pidana radikalisme baik di kalangan pelajar, instansi pemerintah maupun swasta bahkan di tempat-tempat ibadah baik secara langsung maupun tidak langsung. Kata kunci: Pencegahan, Radikalisme, Perhatian Khusus I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, kelompok-kelompok radikal sedikit banyak telah mengubah wajah Indonesia menjadi agresif, beringas, intoleran, dan penuh kebencian, padahal selama ini Indonesia dikenal sebagai negara yang lembut, toleran, dan penuh kedamaian. Maraknya gerakan-gerakan radikal tersebut mencemaskan masyarakat dan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara yang di dalamnya terkandung nilai-nilai pluralisme, toleransi, dan akulturatif, termasuk dalam beragama.Secara bahasa, radikalisme berasal dari bahasa Latin, radix, yang berarti “akar”. Ia adalah paham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar untuk mencapai kemajuan. Dalam perspektif ilmu sosial, radikalisme erat kaitannya dengan sikap atau posisi yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan cara menggantinya dengan sesuatu yang sama sekali baru dan berbeda.[1]. Pemahaman radikalisme sering dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan, dalam lingkup keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan.[2]Sedangkan dalam studi Ilmu Sosial, radikalisme diartikan sebagai pandangan yang ingin melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas social atau ideologi yang dianutnya.[3] Di Indonesia munculnya radikalisme menjadi nyata, seiring perubahan tatanan sosial dan politik,perkembangan dan pertumbuhan gerakan radikalisme pasca-Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari pergantian rezim yang semakin terbuka.[4] Kemunculan gerakan radikalisme Islam, baik yang klandestin seperti Jemaah Islamiyah (JI) maupun yang terang-terangan seperti Laskar Jihad, Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain merupakan dampak ikutan dari semakin terbukanya iklim politik dan demokrasi pasca-tumbangnya Orde Baru.[5] Di Indonesia pembicaraan radikalisme dalam perspektif agama lebih kompleks jika dibandingkan dengan pembicaraan radikalisme dalam perspektif lainnya. Hal ini dikarenakan, pada tingkat praksisnya ditemukan kondisi dimana agama sering dilibatkan dalam radikalisme. Kemunculan radikalisme agama di Indonesia ditengarai oleh dua faktor. Pertama, faktor internal dan dari umat Islam sendiri. Faktor ini terjadi karena adanya penyimpangan norma-norma agama dan ditopang dengan pemahaman agama yang totalistic dan formalistik yang bersikap kaku dalam memahami teks-teks agama. Kedua, faktor eksternal di luar umat Islam yang mendukung terhadap penerapan syari’at Islam dalam sendi-sendi kehidupan.[6]Dalam mewujudkan aksinya gerakan radikalsime ini di bagi menjadi dua yakni: [7]

  1. Gerakan yang sifatnya simbolik atau wacana seperti gerakan wacana pemberlakuan syariat Islam dan justifikasi bid’ah, sesat, kafir dan lain-lain, terhadap paham diluar ajaran mereka.
  2. Gerakan yang sifatnya fisik, seperti aksi jihad demonstrasi dengan cara kekerasan, peristiwa terorisme seperti aksi bom bunuh diri dan sebagainya.
Dalam wilayah provinsi Lampung, selain radikalisme agama terdapat masalah radikalisme yang bersumber dari konflik sosial dan konflik yang dipicu permasalah, agrarian,  konflik sosial di Lampung bukan merupakan hal baru,  sejak zaman Orde Baru sudah banyak catatan-catatan sejarah tentang kekerasan yang terjadi di tanah Sang Bumi Ruwa Jurai, seperti yang terjadi pada tahun 1989 di Dusun Talangsari, yang kemudian lebih dikenal dengan “Tragedi Talangsari”. Selain dipicu oleh perbedaan identitas epenegak hukumk, budaya, dan sentimen agama, konflik di Lampung juga sering dipicu oleh faktor ekonomi berupa sengketa lahan seperti pada kasus Mesuji. Berdasarkan hasil survey BNPT terkait daya tangkal masyarakat terhadap terorisme, hasil kerjasama Direktorat Intelkam Polda Lampung dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kementerian Agama, The Nusa  Institute dan Daulat Bangsa. Dimana Survei ini menguji variabel daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme, baik dalam dimensi pemahaman, sikap, maupun tindakan. Yaitu, kepercayaan terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan, keadilan, kebebasan, profil keagamaan, dan kearifan lokal. Lampung masuk dalam provinsi lima terbesar potensi radikalisme, dari survey ini peringkat pertama Provinsi Bengkulu dengan 58,58 poin, diikuti Gorontalo (58,48), Sulawesi Selatan (58,42), Lampung (58,38), dan Kalimantan Utara (52,77).[8] Dampak paling nyata terhadap radikalisme khususnya radikalisme agama adalah terbentuknya politisasi di dalam agama, di mana agama memang sangat sensitif sifatnya, paling mudah membakar fanatisme, menjadi kipas paling kencang untuk melakukan berbagai tindakan yang sangat keras, baik di dalam kehidupan sosial antar individu maupun kelompok, sehingga terbentuklah apa yang dinamakan kelompok Islam radikal.[9] Oleh karena itu dalam memahami agama harus didasarkan kepada nilai-nilai toleransi terhadap perbedaan berkeyakinan, sehingga tidak menimbulkan kepercayaan yang melahirkan akar terorisme dan radikalisme dalam beragama. Fenomena saat ini ketakutan akan terror dan radikalisme telah sampai di Indonesia dengan meledaknya beberapa peristiwa berdarah dan kekerasan atas nama agama yang didalangi oleh kelompok-kelompok radikal Islam.[10] Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain adalah: terjadinya rentetan peristiwa teror pemboman di Legian Kuta Bali yang menelan korban ratusan orang, tragedi Ahmadiyah di Cekuesik-Banten, perusakan gereja-gereja di Temanggung-Jawa Tengah, pengeboman greja-greja pada waktu upacara-upacara keagamaan, hingga teror-teror dalam bentuk demonstrasi dan aksi massa yang dibalut atas nama isu penistaan agama dan SARA yang beberapa waktu lalu telah menghangatkan suhu kerukunan antar umat beragama, fenomena ini yang kemudian dikhawatirkan akan mengancam keutuhan bangsa Indonesia di masa mendatang. Melihat kondisi yang sedemikian berbahanya, bagi Indonesia sangat diperlukan adanya kesiapan dan kesigapan yang meliputi aspek kelembagaan, hukum, dan pranata sosial guna menanggulangi radikalisme secara tepat, karena radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme, dimana terorisme akan tumbuh tergantung dilahan mana ia tumbuh dan berkembang, ladang yang subur untuk terorisme menurut Hendropriyono adalah masyakarat yang dicemari oleh paham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme keagamaan.[11]  Untuk itu aparat penegak hukum khususnya Kepolisian dituntut berjiwa profesional dalam memberantas tuntas radikalisme yang ada di Indonesia dengan bersandarkan pada peraturang undang-undang yang ada, sehingga dapat diperoleh hasil yang dioptimalkan rangka pencegahan radikalisme guna mewujudkan keamanan bagi bangsa Indonesia. Dengan melihat kenyataan yang ada saat ini aksi-aksi radikalisme telah mengandung unsur penggunaan kekerasan, dan pelakunya telah menyasar ke kaum muda bahkan gejala radikalisme telah lahir dan tumbuh di lingkungan sekolah, sehingga gerakan radikalisme banyak beredar di sekolah.[12] Maka Perlu langkah strategis, sistematis dan komprehensif, dalam pencegahan radikalisme dalam masyarakat, bukan hanya sekedar pendekatan keamanan dan ideologi. Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pencegahan dengan cara merubah pola pikir karakter dan mental masyarakat agar memiliki pemikiran yang komperhensif mengenai perbedaan tolaransi dengan sesama umat manusia dengan tidak memandang dengan tidak memandang suku agama, ras dan golongan. 2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang sebagaimana dirumuskan di atas maka permasalahan yang dibahas meliputi :
  1. Bagaimana kewenanganDirektorat Intelkam Polda Lampung guna menanggulangi radikalisme dalam usaha melindungi masyarakat ?
  2. Bagaimana strategi Direktorat Intelkam Polda Lampung guna menanggulangi radikalisme yang mendapat perhatian khusus ?
3. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis normatif, dan pendekatan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Analisis data menggunakan analisis yuridis kualitatif.   II. PEMBAHASAN A. Kewenangan Direktorat Intelkam Polda Lampung Guna Menanggulangi Radikalisme dalam Usaha Melindungi Masyarakat Berkaitan dengan kewenangan dari Direktorat Intelkam Polda Lampung sebagai salah satu lembaga kepolisian di tingkat provinsi Lampung dalam pencegahan pengaruh radikalisme, secara umum Direktorat Intelkam Polda Lampung tentu saja melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Karena status Direktorat Intelkam Polda Lampung sebagai penegak hukum. Direktorat Intelkam Polda Lampung sebagai penegak hukum dan menindak semua pelaku kriminal berdasarkan hukum yang berlaku. Status Direktorat Intelkam Polda Lampung sebagai penegak hukum seolah-olah menunjukan bahwa Direktorat Intelkam Polda Lampung bergerak dan bertindak sebagai bentuk respon terhadap suatu fenomena masyarakat berdasarkan peraturan hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian tersebut dapat di analisisn bahwa kewenangan kepolisian dalam hal ini Direktorat Intelkam Polda Lampung berkaitan dengan pencegahan radikalisme sudah diatur didalam peraturan perundang-undangan. Namun kewenangan tersebut tidaklah cukup, sebab pola tindakan Direktorat Intelkam Polda Lampung terhadap pelaku radikalisme masih bersifat represif dengan mengacu pada produk hukum yang ada. Sehingga Direktorat Intelkam Polda Lampung tidak bisa leluasa dalam menanggulangi pengaruh ISIS masuk ke Lampung. Kewenangan kepolisian tersebut juga berbenturan dengan penegak hukum yang mempunyai fungsi pertahanan karena dualisme kewenangan tersebut perlu adanya pembaruan tentang peraturan-peraturan tentang tupoksi penegak hukum dan Polri yang berkaitan dengan pencegahan tindakan radikalisme dan faham radikalisme yang masuk di Indonesia. Hakikat norma dasar tersebut Hans Kelsen membagi sistem norma menjadi dua jenis yaitu sistem norma statis dan sistem norma dinamis. Sistem norma statis hanya dapat ditemukan melalui tatanan kerja intelektual, yakni melalui penyimpulan dari yang umum kepada yang khusus. Sedangkan sistem norma dinamis merupakan norma yang diluarnya kita sudah tidak lagi dapat menemukan norma yang lebih tinggi darinya, dan tidak dapat diperoleh melalui suatu tatanan kerja intelektual. Dari pandangan Kelsen tersebut dapat disederhanakan bahwa sistem norma yang disebut tatanan hukum adalah sistem dari jenis yang dinamis karena dalam sistem norma dinamis, validitas norma diperoleh dari pendelegasian otoritas berdasarkan sistem hukum Negara tersebut baik pembentukan norma oleh parlemen, atau lahir  karena kebiasaan atau ditetapkan oleh pengadilan. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa proses pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme dan radikalisme sejalan dengan pandangan dari Barda Nawawi Arif yang menyatakan, ada dua kebijakan yang harus diklakukan dalam penanggulangan tindak pidana yaitu penal (Penindakan) dan no penal (pencegahan). B. Strategi Direktorat Intelkam Polda Lampung Guna Menanggulangi Radikalisme yang Mendapat Perhatian Khusus  Pencegahan radikalisme yang selama ini dilakukan oleh kepolisian lebih mengarah pada rehabilitasi terhadap keluarga pelaku teroris dan narapidana itu sendiri. Kegiatan tersebut pada dasarnya sangat efektif karena intensitas dalam memberikan pembinaan terhadap pelaku teror dan keluarga sehingga sestrategi berangsur-angsur akan mengubah pola pikir dari narapidana pelaku teror tersebut. Akan tetapi perlu di waspadai bahwa keluarga pelaku teror bisa saja dicurigai terpengaruh oleh radikalisme, akan tetapi tidak semua keluarga narapidana pelaku teror mempunyai pandangan dan pola pikir yang sama dengan para nara pidana tersebut. Hal ini akan memberikan stigma kepada keluarga narapidana pelaku teror bahwa mereka adalah keluarga radikalisme. Karena proses pelabelan tersebut, keluarga yang mulanya tidak memiliki keyakinan yang radikal maka mereka bisa berpotensi untuk mengidentifikasikan diri mereka dengan kelompok-kelompok yang memiliki pemikiran yang radikal. Selain menggunakan strategi pembinaan dengan sasaran adalah narapidana pelaku teror dengan keluarga pelaku teror, pendekatan lain juga digunakan oleh Direktorat Intelkam Polda Lampung dengan melakukan deteksi dini terhadap gerakan-gerakan kelompok teroris yang berada di wilayah Lampung dan memantau perkembangan radikalisme internasional. Strategi lain yaitu dengan mengamati pergerakan atau perkembangan radikalisme dunia. Dengan mengamati radikalisme internasional maka akan diketahui ritme pergerakan dari para teroris di Indonesia, sebab pergerakan teroris bersifat satu komando karena teroris merupakan kejahatan transnasional yang jaringanya tersebar ke berbagai negara. Masyarakat umum berpotensi terpengaruh oleh radikalisme. Masyarakat yang rentan terhadap radikalisme tersebut memiliki latar belakang ekonomi yang kurang mampu, hal ini disebabkan karena masyarakt yang kurang mampu cenderung terhasut oleh tawaran dari oknum-oknum teroris yang berupa diberikannya sejumlah uang. Perlu diketahui bahwa organisasi ISIS memberikan gaji atau upah pada setiap anggotanya sebesar 10-20 juta rupiah per bulan. Direktorat Intelkam Polda Lampung tentu saja tidak bisa tinggal diam mengenai perkembangan paham radikalisme ini. Karena mereka merupakan penegak hukum yang menindak serta mencegah segala bentuk tindakan-tindakan yang berpeluang untuk merusak tatanan masyarakat yang sekian lama terbentuk. Strategi Direktorat Intelkam Polda Lampung dalam menanggulangi paham radikalisme sudah sangat banyak. Pola strategi pencegahan pengaruh radikalisme oleh Direkotrat Intelkam Polda Lampung pada dasarnya memanfaatkan tokoh masyarakat akan tetapi, pola represif yang dilakukan Direkotrat Intelkam Polda Lampung tidak bisa dilepaskan karena kedudukan Direkotrat Intelkam Polda Lampung sebagai penegak hukum yang tidak bisa lepas dari struktur baik organisasi maupun peraturan perundang-undangannya. Strategi tentu saja harus dilihat dari segi pelaksanaanya. Pelaksanaan dari strategi tersebut berupa langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh Direktorat Intelkam Polda Lampung dalam bentuk pendataan, dan pemetaan daerahdaerah yang rawan konflik serta meningkatkan intensitas penyuluhan kepada masyarakat. Pelaksanaan dari strategi tersebut sudah diwujudkan dengan melakukan aksi nyata berupa tindakan-tindakan preventif untuk mencegah agar pengaruh radikalisme tidak berkembang. Dengan melakukan pemetaan wilayah rawan konflik tersebut akan mempermudah Polda Lampung dalam mengkondisikan wilayah-wilayah yang berpotesi terjadinya konflik. Dengan melakukan pemetaan wilayah, Polda Lampung dapat memberlakukan hukum-hukum yang sudah ada disesuaikan dengan kondisi dan situasi masing-masing wilayah sehingga metode atau pendekatan yang digunakan lebih tepat sasaran dan efektif. Dalam pencegahan radikalisme ada empat langkah yang dilakukan yaitu :
  1. Mengatasi ideologi radikalisme/kekerasan
  2. Membatasi ruang gerak radikalisme dalam melakukan serangan teroris
  3. Membatasi ruang gerak dalam melakukan perekrutan atau kaderisasi
  4. Memberikan sosialisasi terhadap masyarakat
Keempat konsep tersebut merupakan langkah-langkah yang sring digunakan oleh berbagai negara dalam menangani permasalahan radikalisme. Apabila dikaitkan dengan pencegahan radikalisme di Lampung, maka sudah barang tentu Direktorat Intelkam Polda Lampung melakukan tindakan atau langkah-langkah tersebut. Sebab pihak Direktorat Intelam Polda Lampung telah bertindak ansipatif terhadap perkembangan radikalime khususnya di Lampung. Apbila di analisa berdasarkan langkah-langkah tersebut maka yang pertama berkaitan dengan mengatasi ideologi radikalisme. Jajaran Direktorat Intelkam Polda Lampung telah melakukan tindakan untuk memotong ideologi radikalisme tersebut dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pendekatan ini dipandang lebih efektif karena akan menimbulkan efek advokasi dari masyarakat sebagai bentuk perlawanan dari dalam masyarakat itu sendiri. Namun hal tersebut dirasa belum cukup karena ideologi berkembang apabila proses masuknya ideologi tersebut disertai dengan membawa isu-isu publik yang berupa kondisi dan situasi masayarakat yang sedang berkembang saat ini, karena sebuah ideologi akan mudah berkembang jika isi dari ideologi tersebut sejalan dengan protes masyarakat terhadap permasalahan dan kondisi yang mereka hadapi. Berdasarkan teori yang dikemukakan Barda Nawawi Arief, dijelaskan bahwa: Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral; ada keseimbangan sarana penal dan non-penal. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis adalah melalui sarana non-penal karena lebih bersifat preventif, dan karena kebijakan penal keterbatasan atau kelemahan, yaitu bersifat fragmentaris/ simplistis/tidak struktural fungsional; simptomatik/tidak kausatif/tidak eliminatif; individualistik/offender-oriented/tidak victim oriented; lebih bersifat represif/tidak preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi. Penengakan hukum dalam rangka penanggulangan tindak pidana radikalisme dapat dilakukan secara formal atau secara informal yang dilakukan untuk mencegah atau menanggulangi tindak pidana tanpa menggunakan jalur pidana (penal) dan non formal melalui deradikalisasi maupun deidologisasi agar pemberantasan terorisme dapat dilakukan secara terintegrasi. Penegakan hukum secara non formal ini mengundang peranan aktif lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan seperti sekolah-sekolah, pesantren hingga universitas. Begitu juga tokoh masyarakat seperti alim ulama, tokoh politik maupun warganegara pada umumnya dapat memberikan kontribusinya dalam bidang masing-masing untuk menjadi penangkal berbagai bentuk terorisme. Dalam kaitannya dengan strategi penanggulan (cara, metode) tindak pidana non penal dari Barda Nawawi dapat diimplementasikan melalu kegiatan pembinaan deradikalisasi oleh Direktorat Intelkam Polda Lampung yang bekerjasama dengan Bimas Polda Lampung yang dilakukan pada pondok pesantren, sekolah-sekolah dan organisasi sosial yang dilakukan secara terstruktur dan konsepsional. III.  PENUTUP  Kesimpulan
  1. Kewenangan Direktorat Intelkam Polda Lampung guna menanggulangi radikalisme dalam usaha melindungi masyarakat sudah diatur didalam peraturan perundang-undangan. Namun kewenangan tersebut tidaklah cukup, sebab pola tindakan kepolisian terhadap pelaku radikalisme masih bersifat represif dengan mengacu pada produk hukum yang ada. Sehingga Direktorat Intelkam Polda Lampung tidak bisa leluasa dalam menanggulangi pengaruh radikalisme masuk ke Lampung.
  2. Strategi Direktorat Intelkam Polda Lampung guna menanggulangi radikalisme yang mendapat perhatian khusus dengan:
  • Melakukan tindakan untuk memotong ideologi radikalisme tersebut dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.
  • Melakukan operasi sestrategi rutin dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak pengaruh radikalisme di wilayah masing-masing.
  • Melakukan pembinaan mental dan pelurusan ideologi terhadap para narapidana tersangka kasus radikalime atau radikalisme beserta keluarganya.
  • Melakukan sosialisasi kepada masyarakat, sosialisasi ini dilakukan guna memberikan informasi kepada masyarakat perihal bahaya pengaruh radikalisme, melalui astrategi-astrategi seminar di kampus dan sekolah, serta diadakan sosialisasi di masyarakat melalui strategi sarasehan.
  1. Saran
  2. Kepada Direktorat Intelkam Polda Lampung untuk terus berupaya menanggulangi radikalisme agar tidak terjadi perpecahan di dalam masyarakat
  3. Kepada Direktorat Intelkam Polda Lampung untuk tetap bersinergi dengan aparat penegak hukum dalam upaya menanggulangi radikalisme
  4. Kepada Direktorat Intelkam Polda Lampung untuk selalu mensosialisasikan tindak kejahatan radikalisme baik di kalangan pelajar, instansi pemerintah dan swasta bahkan di tempat-tempat ibadah baik secara langsung maupun tidak langsung
  DAFTAR PUSTAKA  1. Buku A.M. Hendroprioyono, 2009, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam, Kompas, Jakarta, Rubaidi. 2003, Radikalisme Islam Nahdhatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta:, Hasani et, Ismail, 2011, Radukalisme Islam di Jabodetabek dan Jawa Barat: Implikasinya terhadap jaminan Kebebasan Beragama /Berkayakinan. Setara Institute,  Jakarta, Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos. 2010, Radikalisme Agama di Jabotabek & Jawa Barat: Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkarya, Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta, Noorhaidi Hasan,2006, Laskar Jihad: Islam, Militancy, and the Quest for Identity in Post-New Order Indonesia, Cornell Southeast Asia Program Publications, Ithaca, Zadda Khummami. 2002, Islam Radikal, Pergulatan Ormas-Ormas Islam Keras di IndonesiaI  Teraju, Jakarta, 2. Undang-Undang dan Peraturan Lainnya Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil Amandemen ke-IV Kitab Undang Undang Hukum Pidana, diubah dan ditambah UU No. 1 Tahun 1946. Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 Tentang Perubahan atas undang- undang nomor 15 tahun 20033 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi Undang- Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. PeraturanMenteriPemberdayaanPerempuandanPerlindunganAnakNomor:7Tahun2019TentangPedomanPerlindunganAnakDari Radikalisme Dan TindakPidanaTerorisme 3. Sumber Lain Andi Intang Dulung, Monitoring Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung, di Hotel Batiqa, Sabtu 22 Juni 2019, Bandar Lampung. Edi Susanto, 2007, Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”, dalam Jurnal Tadris, Sekolah Tinggi Agama Islam Pamekasan, Vol. 2, No. 1, Pamengkasan, Emna Laisa, 2014,  Islam dan Radikalisme , Jurnal Islamuna Volume 1 Nomor 1 Juni 2014, Indra Akuntono, 2011“Mendiknas: Perlu Pendidikan Karakter untuk Tangkal Radikalisme”, KOMPAS,Jakarta, 26 september 2011. Diakses pada hari Jum’at, 11 Oktober 2019 Jurnal Dakwah & Komunikasi, Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto  KOMUNIKA ISSN: 1978-1261 Vol.7 No. 1 Januari -  Juni 2013. Masdar Hilmy, 2015, Radikalisme Agama Dan Politik Demokrasi Di Indonesia Pasca-Orde Baru, MIQOT Vol. XXXIX No. 2 Juli-Desember,   Oleh Chitra Anggraini Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung   [1] Edi Susanto, 2007, Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pesantren”, dalam Jurnal Tadris, Sekolah Tinggi Agama Islam Pamekasan, Vol. 2, No. 1, Pamengkasan, hlm. 3 [2] A. Rubaidi. 2003, Radikalisme Islam Nahdhatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta:, hlm.33. [3]  Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos. 2010, Radikalisme Agama di Jabotabek & Jawa Barat: Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkarya, Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta, hlm  19. [4] Noorhaidi Hasan,2006, Laskar Jihad: Islam, Militancy, and the Quest for Identity in Post-New Order Indonesia, Cornell Southeast Asia Program Publications, Ithaca,  hlm. 13-25. [5] Masdar Hilmy, 2015, Radikalisme Agama Dan Politik Demokrasi Di Indonesia Pasca-Orde Baru, MIQOT Vol. XXXIX No. 2 Juli-Desember, hlm 408. [6]  Zadda Khummami. 2002, Islam Radikal, Pergulatan Ormas-Ormas Islam Keras di IndonesiaI  Teraju, Jakarta, hlm 7. [7]  Hasani et, Ismail, 2011, Radukalisme Islam di Jabodetabek dan Jawa Barat: Implikasinya terhadap jaminan Kebebasan Beragama /Berkayakinan. SETARA INSTITUTE,  Jakarta, hlm 19. [8]Andi Intang Dulung, Monitoring Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung, di Hotel Batiqa, Sabtu 22 Juni 2019, Bandar Lampung. [9] Emna Laisa, 2014,  Islam dan Radikalisme , Jurnal Islamuna Volume 1 Nomor 1 Juni 2014, hlm. 3. [10] Jurnal Dakwah & Komunikasi, Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto  KOMUNIKA ISSN: 1978-1261 Vol.7 No. 1 Januari -  Juni 2013. [11] A.M. Hendroprioyono, 2009, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam, Kompas, Jakarta  , hlm. 13. [12] Indra Akuntono, 2011“Mendiknas: Perlu Pendidikan Karakter untuk Tangkal Radikalisme”, KOMPAS,Jakarta, 26 september 2011. Diakses pada hari Jum’at, 11 Oktober 2019 pukul 10.15

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: