Keterbukaan : Merdeka dari Pandemi
Oleh : Dery Hendryan* (Komisioner Komisi Informasi Provinsi Lampung) RADARLAMPUNG.CO.ID-17 Agustus kemarin Indonesia genap 76 tahun, sejak merdeka telah banyak alami asam garam (up and down) sebagai negara berdaulat. Hingga kini Indonesia masih dirundung musibah global bernama Pandemi Covid-19, akibat virus asal Wuhan tersebut rakyat amat terdampak. Sejak Juni 2021 Indonesia alami gelombang ke-2 (puncak) pandemi akibatnya faskes dan nakes kewalahan memberi layanan kesehatan pada rakyat terpapar Covid-19. Tak sampai disitu, obat-obatan Covid-19 pun hilang dipasaran (kalaupun ada harga selangit) dan oksigen susah didapat (langka). Gelombang ke-2 ini imbas mudik lebaran (Idul Fitri) kemarin, bukti bahwa kebijakan pemerintah atas pembatasan kegiatan masyarakat masih longgar (tak efektif), rakyat abai prokes, dan pandemi belum terkendali. Situasi tersebut amat mengkhawatirkan, mengingat Indonesia sebagai negara besar dengan wilayah luas dan populasi tertinggi ke-5 didunia masih berpotensi terjadi lonjakan lagi. Diksi keterbukaan menurut KBBI: hal terbuka, bisa juga bagaimana seseorang bisa melihat permasalahan dari berbagai sisi dan tidak tertutup terhadap input dari berbagai pihak. Makna merdeka merupakan bebas, berdiri sendiri, tidak terkena, lepas dari, tidak terikat, dan leluasa. Lalu pademi memiliki arti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Pemerintah Terbuka Hari kemerdekaan Indonesia tahun ini masih diliputi ancaman Pandemi Covid-19 dan kedua kalinya si pandemi ikut merayakan kemerdekaan Indonesia. Harapan rakyat bahwa perayaan 76 tahun kemerdekaan Indonesia bisa meriah dan masif seperti sebelum ada pandemi, nampak sulit terwujud mengingat kurva kenaikkan (positivity rate) masih sangat tinggi sebagai acuan melakukan relaksasi. Salah satu ikhtiar pemerintah agar Indonesia terbebas dari wabah Covid-19 adalah dengan terbuka (transparan) dan jujur atas data dan fakta pandemi yakni menjadikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008) dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai panduan pemerintah menerbitkan keputusan/kebijakan publik, demi menghadirkan pemerintah yang semakin baik, transparan, dan efisien. Perintah konstitusi (Pembukaan UUD 1945) alinea ke-4, bahwa tujuan bernegara adalah Pemerintah Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pesannya lugas ke pemerintah bahwa penanganan pandemi harus kolosal dengan melibatkan semua potensi anak bangsa agar terbebas dari Virus Covid-19 demi kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. UU 14/2008 memiliki tujuan: (1) menjamin rakyat untuk tahu rencana, program, alasan, dan proses pembuatan/pengambilan kebijakan publik. (2) mendorong partisipasi rakyat dalam proses pengambilan kebijakan publik. (3) meningkatkan peran aktif rakyat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. (4) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan). (5) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Setiap Badan Publik (Pemerintah) secara normatif, wajib: (1) menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada dibawah kewenangannya. (2) menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan (informasi apa adanya). (3) membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi secara baik dan efisien agar diakses dengan mudah. (4) wajib membuat pertimbangan tertulis setiap kebijakan yang diambil. (5) memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-elektronik. Alasan pembuatan kebijakan publik pemerintah (pandemi) wajib terbuka, karena: (1) rakyat berhak tahu rencana pembuatan kebijakan pembatasan kegiatan mereka (alas hukum, program, proses, dan alasan) sebagai realisasi HAM. (2) wujud prinsip partisipatif, pemerintah fasilitasi ruang partisipasi rakyat (kontrol publik) penanganan pandemi, demi memastikan satgas dan stakeholders bekerja dengan baik. (3) bukti realisasi AUPB, pemerintah tak sebatas komitmen tapi diikuti kolaborasi dan kesadaran kolektif penanganan pandemi yang transparan. (4) berkenaan hajat hidup dan keselamatan jiwa rakyat Indonesia. (5) sumber anggaran dari APBN, APBD, sumbangan publik, dan/atau hibah luar negeri. Kedelapan AUPB sebagai panduan (guidance) pemerintah menerbitkan keputusan kebijakan publik penanganan Pandemi Covid-19, yang dua diantaranya asas keterbukaan dan kepentingan umum (UU 30/2014). Penjelasan asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. Artinya kebijakan pemerintah tentang pandemi harus didedikasikan melayani rakyat secara terbuka dan optimal tanpa melanggar HAM dan rahasia negara. Berikut asas kepentingan umum merupakan asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif. Penjelasannya bahwa kebijakan yang dipilih pemerintah hasil dialektika bersama rakyat (masyarakat sipil) dengan mengakomodir harapan rakyat demi kebijakan yang aspiratif. Guna kepentingan evaluasi kebijakan penanganan Pandemi Covid-19, sejumlah data harus berbasis kabupaten/kota yang wajib terbuka dan dibuka ke publik sebagai indikator merdeka dari pandemi, yakni angka: (1) jumlah kasus positif harian. (2) jumlah kasus aktif (3) jumlah meninggal dunia (mortalitas). (4) positivity rate. (5) jumlah reproduction number (basic and effective). (6) jumlah testing. (7) jumlah tracing. (8) bed occupancy rate (BOR). (9) jumlah nakes yang tertular (terinfeksi). (10) jumlah daftar tunggu IGD/ICU. Kenapa angka-angka tersebut harus terbuka (transparansi data Covid-19) dan pemerintah harus jujur (tak ada rekayasa data/angka) serta tak malu ungkap data apa adanya (tak takut stigma buruk) atas informasi tersebut karena menjadi sumber rujukan/referensi untuk treatment dan kebijakan lanjutan pemerintah demi kebijakan aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif agar rakyat tak semakin terhimpit kehidupannya. Kemudian kebijakan pemerintah tak hanya fokus pada upaya pengobatan (kuratif), tapi secara pararel melakukan sejumlah langkah pencegahan (preventif), demi menekan dan mengendalikan laju penularan Virus Covid-19. Ada 4 cara demi Indonesia merdeka dari Pandemi Covid-19, yakni (1) pembatasan sosial (kurangi mobilitas dan hindari kerumunan). (2) tingkatkan testing dan tracing. (3) memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. (4) gerakan percepatan vaksinasi. Semua yang dilakukan tersebut harus memenuhi standar WHO dan angkanya di publish ke ruang publik. Agar jadi kenyataan maka pemerintah perlu merangkul masyarakat sipil lokal (local influencer), seperti tokoh masyarakat, agama, adat, pemuda dll sebagai lokomotif perubahan perilaku rakyat dan kirim pesan optimis menuju adaptasi kebiasaan baru (new normal). Keberadaan tokoh lokal sangat efektif mengingat ada kedekatan emosional guna membangun kesadaran rakyat akan pentingnya kesehatan dan keselamatan dengan disiplin prokes serta ikut gerakan percepatan vaksinasi demi mengendalikan transmisi Virus Covid-19 hingga tercapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan Indonesai merdeka dari pandemi. Teladani Jiwa Pahlawan HUT RI ke-76 tahun, sekaligus jadi momentum dan refleksi rakyat Indonesia meneladani para pahlawan yang rela berkorban jiwa raga, harta dan kebahagian demi Indonesia terbebas dari cengkraman penjajah yang telah buat rakyat sengsara. Spirit kepahlawanan dimaksud, yakni patriotisme berupa sikap kepahlawanan atau jiwa pahlawan, seperti: (1) sikap yang berani. (2) semangat pantang menyerah. (3) rela berkorban demi kemerdekaan bangsa dan negara. (4) semangat cinta tanah air. Sangatlah tepat disaat pandemi, pemerintah dan rakyat serta-merta merefleksikan nilai keteladanan pahlawan, yakni: (1) pemerintah, nakes, dan rakyat tak boleh menyerah dan kalah perang lawan Virus Covid-19. (2) pemerintah harus berani ambil keputusan/kebijakan pro rakyat. (3) pemerintah harus melindungi seluruh rakyat Indonesia dari ancaman Covid-19. (4) faskes/nakes harus memberi pelayanan terbaik dan tak diskriminatif terhadap pasien Covid-19. (5) siapapun yang terlibat penanganan pandemi tak boleh berkhianat pada bangsa dan rakyat dengan tindakan koruptif. (6) pemerintah, nakes, stakeholders, dan rakyat harus bahu membahu optimalkan mitigasi pandemi (prinsip menyelamatkan kehidupan perlu didahulukan dari kesejahteraan). Muara perjalanan pandemi yang telah 17 bulan bersemayam di Indonesia, yakni rakyat sehat wal afiat dengan terbebas dari deraan Virus Covid-19 dan bisa beraktivitas normal kembali diikuti pulihnya kehidupan (sosial, agama, budaya, dan ekonomi) yang sempat lumpuh. Tentulah tak mudah seperti membalikkan telapak tangan, untuk pulih 100 % butuh proses dan waktu recovery menuju kehidupan normal sebelum ada pandemi. Demi wujudkan itu semua, pemerintah harus sejak awal membangun komunikasi dan sinergitas dengan stakeholders dan masyarakat sipil secara kolosal agar setiap kebijakan publik pemerintah tak berpotensi muncul resistensi dan kegaduhan di ruang publik serta merefleksikan harapan dan kebutuhan rakyat demi terbebas dari badai Pandemi Covid-19 guna menumbuhkan spirit baru dan optimisme bahwa Indonesia mampu merdeka dari krisis kesehatan. Semoga. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: