Artefak Meteorit Singgah di Tubaba
RADARLAMPUNG.CO.ID-Dua contoh artefak meteorit yang diduga berusia belasan ribu tahun singgah di Tulangbawang Barat. Artefak tersebut ditunjukkan Arik Hariyono, dari Kanwil DJKN Lampung dan Bengkulu di sela sela kunjungannya ke Bupati Tubaba, H. Umar Ahmad, S.P. di Kota Budaya, Uluan Nughik, Panaragan Jaya, Tubaba. Arik meyakini artefak-artefak tersebut merupakan hasil karya leluhur yang luar biasa dan memiliki nilai historis tinggi. Artefak-artefak meteorit yang dikumpulkan saat ini diyakini kelak dapat digunakan sebagai sebuah pintu masuk pembuktian kepada dunia tentang kejayaan dan kebesaran serta keagungan peradaban Nusantara di masa lalu. \"Bahwa leluhur Nusantara ini memang sangat ahli dalam bidang metalurgi,\" ungkap Arik kepada radarlampung.co.id, di Masjid Baitussobur, Islamic Centre, Tubaba. Dengan tekad kuat untuk memperjuangkan keberadaan hasil karya leluhur nusantara dalam bentuk artefak artefak meteorit ini ke dunia, awal tahun 2020 lalu sebelum era pandemi covid19 ia pun telah mempresentasikannya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Dalam presentasi tersebut merekapun mengakui belum pernah melihat atau mengetahui benda-benda tersebut sebelumnya. Bahkan sekilas mereka melihatnya seperti kayu yang memfosil melihat tekstur permukaan artefak meteorit yang berlapis lapis menyerupai serat kayu. Dan alangkah terkejutnya mereka saat mengangkatnya. Karena beratnya mencapai puluhan kilogram dan terbuat dari logam termasuk campuran batu meteorit yang mengandung unsur besi, nikel, titanium dan lain lain. Yang diduga membuat kekuatan artefak meteorit tersebut mampu bertahan sampai beribu ribu tahun. Artefak meteorit yang dibawa ke Tubaba sebagai contoh tersebut berupa gada (menyerupai peluru kendali) dengan berat sekitar 13 kg dan artefak berbentuk mahkota raja dengan berat sekitar 30 kg. Untuk sementara, mahkota raja yang terbuat dari campuran batu meteorit dan diolah sedemikian rupa (wrought iron) tersebut ditinggalkan di Tubaba. \"Menariknya, bahkan di daerah Kabupaten Sumenep (tepatnya di desa Aengtongtong), Madura, Jawa Timur yang dikenal dunia sebagai desa yang memiliki banyak empu hebat yang memiliki keahlian membuat keris dengan kualitas tinggi (tempa logam). Juga mengakui tidak bisa membuat artefak meteorit dengan teknik serupa dengan artefak artefak meteorit yang diyakini mampu bertahan beribu tahun lamanya. Ini yang dikenal dengan sebutan hilangnya sebuah peradaban kuno (the lost ancient civilization) ,\"ungkap Arik. Jadi dapat ditegaskan yang menjadi titik tekannya menurut Arik, bahwa teknologi pembuatan artefak tersebut itulah yang kini telah hilang dan ingin diangkat kembali ke dunia. Sebab, teknologi pembuatan artefak dari batu meteorit tersebut sudah memerlukan teknologi tinggi. Salah satu tingkat kesulitannya adalah memerlukan suhu sampai ribuan derajat celcius untuk dapat melebur batu meteorit untuk sampai bisa ditempa menjadi sebuah artefak. \"Bayangkan para leluhur kita itu telah mampu membuat artefak yang berasal dari batu meteorit yang sangat keras dan walaupun kini telah berusia belasan ribu tahun lalu namun faktanya masih terlihat bagus kondisinya (tidak hancur karena faktor korosi) sampai saat ini,\"ungkapnya. Arik merasakan bahwa energi positif yang cukup besar dari artefak-artefak yang telah diperjuangkannya sejak 10 tahun lalu ini dan telah dipamerkan dan diseminarkan di Kota Jember pada tanggal 20 dan 21 Agustus 2021 lalu diharapkan akan sangat bermanfaat tidak saja untuk bangsa dan negeri ini, namun juga untuk dunia. Acara tersebut mendapatkan dukungan penuh dari Menteri Ekonomi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dan Bupati Jember Hendy Siswanto. \"Kita berharap di usia negeri ini yang ke-100 yaitu pada tahun 2045 mendatang, Indonesia dapat menjadi sumber kekuatan ekonomi dunia, setidaknya diperingkat 5 atau bahkan nomor 3 ekonomi dunia,\" katanya.(fei/wdi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: