Bila Anggota Keluarga Meninggal Suspek Covid-19, Begini Imbauan Dinkes

Bila Anggota Keluarga Meninggal Suspek Covid-19, Begini Imbauan Dinkes

RADARLAMPUNG.CO.ID - Pasien yang meninggal dengan status suspek Covid-19 harus tetap dimakamkan dengan protokol Covid-19. Dinas Kesehatan Bandarlampung pun mengaku harus terus mengedukasi masyarakat terkait hal ini. Kepala Dinkes Bandarlampung Edwin Rusli mengatakan, saat pasien suspek Covid-19 dinyatakan meninggal namun hasil swab belum keluar, pemakaman harus dilakukan dengan standar protokol Covid-19. \"Jadi saat pasien belum diketahui hasil (swabnya), karena hasil swab belum keluar maka pada itu kita harus memberikan pengertian kepada keluarganya bahwa apapun hasilnya, karena kan kalau meninggal harus dikuburkan dan dimakamkan dengan protokol covid-19,\" beber Edwin. Dia menambahkan, jika keluarga masih bersikukuh mau membawa jenazah, pihaknya melakukan edukasi melalui keluarga terdekat. \"Ya kita masih terus jelaskan, kita terus edukasi keluarganya. Karena kan belum keluar hasilnya tapi kita beritahukan bahwa pasien dengan suspek Covid. Jadi harus menggunakan protokol Covid-19,\" tambahnya. Diketahui, pada Sabtu (10/10) terdapat penambahan dua konfirmasi kematian pasien Covid-19. Keduanya adalah pasien 1.108 dan pasien 1.112, yang diketahui tidak dimakamkan dengan standar pemulasaran Covid-19. Di mana pasien 1.108 asal Pesawaran ini pada 6 Oktober datang ke UGD Puskesmas dengan keluhan mual, sakit kepala, batuk berdarah dan berdahak, sesak nafas. Lalu keluar cairan pervaginam dan lakukan pemeriksaan dengan tes Iva hasil positif. Kemudian 8 Oktober dirujuk ke rumah sakit pemerintah di Bandarlampung dengan keluhan pusing, mual, kembung, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, sesak nafas, dan lemas. Kemudian pada 9 Oktober dilakukan pemeriksaan kondisi di IGD rumah sakit. Dilanjutkan dengan pengambilan swab tes oleh petugas dan tidak lama pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 10.30 WIB. Kemudian jenazah langsung dibawa pihak keluarga dan pemularasan tidak dilaksanakan dengan protokol Covid-19 dengan alasan keluarga menolak. Hasil swab pasien terkonfirmasi positif Covid-19 pada pukul 16.56 WIB. Hal serupa terjadi pada pasien 1.112 perempuan 45 tahun asal Bandarlampung, pasien tidak memiliki riwayat perjalanan dan kontak dengan pasien Covid-19, namun pada 1 Oktober pasien berobat ke puskesmas dengan keluhan demam, mual, dan muntah, serta mempunyai komorbid diabetes melitus. Kemudian 7 Oktober berobat lagi ke rumah sakit swasta dan keluhan demam dan sesak nafas dan lanjutkan dengan rapid test dengan hasil reaktif. Kemudian 8 Oktober dirujuk ke rumah sakit pemerintah provinsi Lampung dengan melakukan pengambilan pada 8 Oktober, kondisi pasien mengalami pemburukan pada pukul 16.50 WIB dan pada pukul 17.54 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia oleh dokter. Pada pukul 19.20 WIB jenazah diambil keluarga dengan menggunakan mobil pribadi dengan alasan keluarga menolak dan pemulsaran jenazah tidak dilakukan secara protokol Covid-19, kemudian pada 9 Oktober pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara itu, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUDAM) Bandarlampung memberikan keterangan pers mengenai informasi keluarga pasien yang dipaksa menandatangani pernyataan positif Covid-19. Dalam rilis yang diterima, Plt. Wakil Direktur Keperawatan, Pelayanan dan Penunjang Medik Dr. Mars Dwi Tjahyo menyebutkan keberatan dengan pemberitaan tersebut. Dalam rilisnya, Dwi menyebut pasien M berusia 45 Tahun dengan alamat Telukbetung Timur, Bandarlampung, datang di IGD RSUDAM tanggal 8 Oktober 2020 Pukul 10.58 WIB. Pasien datang dibawa keluarga, keluarga mengatakan pasien sebelumnya dirawat di RS Bumi Waras Bandarlampung, keluarga tidak menerima hasil rapid pasien yang diperiksa di RS Bumi Waras pasien dibawa pulang ke rumah, keluarga ingin berdiskusi di rumah, kemudian pasien dibawa lagi ke RS Bumi Waras. \"Keluarga mengatakan pihak RS Bumi Waras menyarankan pasien untuk dibawa langsung ke RS Abdoel Moeloek untuk dilakukan Swab, karena di RS BW tidak bisa melakukan pemeriksaan Swab. Selanjutnya Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, demam 7 hari, batuk (+), dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga dan dilakukan anamnesa yang mana hasilnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan suspek Covid-19,\" beber Cahyo melalui rilisnya. Dari hasil tersebut dokter jaga IGD memberikan advis. Advis sudah langsung diberikan oleh perawat dan sampel darah Swab diambil oleh petugas. Kemudian berdasarkan hasil tes tersebut keluarga pasien yang dalam hal ini merupakan anak kandung pasien, diberikan inform consent kalau pasien dirawat di ruang isolasi IGD RSUDAM sesuai dengan prosedur yang berlaku, keluarga pun bersedia menandatangani inform consent tersebut. \"Namun pada pukul 16.32 WIB dokter jaga sore IGD melakukan konsultasi dengan dokter spesialis paru. Kemudian pada pukul 17.48 Dokter Jaga IGD melakukan pemeriksaan didapat data HR (-), RR (-), Dilakukan RJP 5 siklus. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 17.55 WIB oleh dokter jaga IGD,\" tambahnya Kemudian pukul 19.00 WIB dilakukan Inform Consent oleh dokter jaga, dokter forensik, dan Tim Satgas Covid untuk pemulasaran jenazah dengan protokol Covid-19. Hal ini dilakukan karena hasil pemeriksaan pasien menunjukan bahwa pasien reaktif Covid-19. Namun pada pukul 20.50 keluarga pasien menolak untuk menandatangani inform consent tersebut. \"Dikarenakan keluarga pasien tidak mau mengikuti pemulasaran pemakaman secara protokol Covid-19 maka keluarga pasien tersebut diminta membuat surat pernyataan bermaterai yang berisi bahwa keluarga pasien akan menanggung segala resiko dan sanksi hukum yang berlaku. Kemudian hasil test Swab yang dilakukan keluar pada 9 Oktober 2020 menunjukkan yang bersangkutan positif Covid-19,\" tandasnya. (rma/sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: