Masyarakat Sejahtera, Lingkungan Lestari Dengan Kabupaten Konservasi
LAMPUNG Barat berkomitmen menjadi kabupaten konservasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 48/2009. Komitmen ini berlanjut pada kepemimpinan Bupati Parosil Mabsus yang secara resmi mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Konservasi pada 9 Oktober 2018 lalu. Ini berbarengan dengan deklarasi Kabupaten Tangguh Bencana yang dipusatkan di Pekon Sumberagung, Kecamatan Suoh. Target keberhasilan pembangunan kabupaten konservasi yaitu lingkungan atau alam lestari dan masyarakat sejahtera. Ini diukur dengan Indeks Tutupan Hutan/vegetasi (ITH) dari 43,21 pada tahun 2018 menjadi 48,55 tahun 2022. Lalu Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 60,35 tahun 2018 menjadi 64,12 tahun 2022. Kabupaten Konservasi adalah wilayah administrasi yang menyelenggarakan pembangunan berdasar pemanfaatan berkelanjutan lahan, perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kemudian keanekaragaman yang ditetapkan berdasar kriteria yang telah dipilih. Konservasi juga cara efisiensi dari penggunaan energi, transmisi, produksi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi. Kemudian upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam. [caption id=\"attachment_131871\" align=\"alignnone\" width=\"1539\"] Wakil Bupati Lampung Barat Mad Hasnurin Mabsus melakukan penanaman pohon. FOTO ISTIMEWA[/caption] Selanjutnya pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau transformasi fisik. Kemudian salah satu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah meraih dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berjalan dengan mempertahankan lingkungan alaminya. Komitmen pemerintah daerah juga ditunjukkan dengan keberadaan Kebun Raya Liwa sebagai salah satu langkah untuk melakukan studi dan konservasi terhadap biodiversitas. Khususnya varietas endemik di sekitar Lambar. Kebun Raya Liwa diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan pendidikan, penelitian, rekreasi, ekonomi dan konservasi. Sejarah konservasi di Lampung Barat mulai dibicarakan pertama kali pada semiloka Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Repong Damar pada Maret 2004 yang diinisiasi oleh WWF. Dilanjutkan pembahasan rancangan akhir Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh Watala dan Unila. Gagasan tersebut semakin menguat dengan ditetapkannya TNBBS oleh UNESCO menjadi salah satu warisan dunia hutan hujan tropis. WWF menindaklanjuti wacana tersebut pada tahun 2004. [caption id=\"attachment_131872\" align=\"alignnone\" width=\"1773\"] FOTO ISTIMEWA[/caption] Sampai dengan Desember 2005, diselenggarakan workshop nasional Kabupaten Konservasi di Bogor, yang diselenggarakan oleh Tim Kecil Kabupaten Konservasi yang dibentuk melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor No. 522.53- 258/Kep/Bangda/2005 Tentang Pembentukan Tim Kabupaten Konservasi. Hasil workshop adalah rumusan konsepsi, prinsip dan kriteria penilaian kabupaten konservasi ke dalam indikator yang terukur dan siap diujicobakan. Akhirnya terbentuk Forum DAS Way Besai Hulu, Model DAS Mikro di Pekon Sindang Pagar, bantuan modal untuk 50 HKm, terbangunnya HKm Center di Tribudi Syukur, keberhasilan pemberdayaan perempuan KWT Melati (bu Yaya) yang mendapatkan penghargaan dari British Council. Keberhasilan dua pola pendampingan ini adalah adanya kepedulian secara partisipatif penyelamatan dan penguatan fungsi hutan lindung register 45 Bukit Rigis. Setiap tahun dari nilai keuntungan usaha masyarakat dikembalikan berupa bibit kayu-kayuan (sekitar 5.000 bibit) untuk ditanam di kawasan hutan lindung register 45B Bukit Rigis. Ini merupakan salah satu spirit Kabupaten Konservasi untuk memberikan daya dobrak kuatnya kerjasama multipihak antara NGO dan Pemkab Lampung Barat. (adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: