Menristekdikti: Kampus Tidak Boleh Menjadi Arena Politik
Radarlampung.co.id - Pemerintah telah tegas dalam menyikapi tahun politik yang semakin dekat. Misalnya, terkait penggunaan fasilitas perguruan tinggi bagi pasangan calon presiden dan wakilnya untuk berkampanye. Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Ristekdikti) Mohamad Nasir, kampus tidak boleh menjadi arena politik. Bila ingin mengundang capres dan cawapres, maka wajib mengundang semua bukan salah satunya.
Untuk itu, dia tengah mempersiapkan peraturan yang mengatur universitas, agar fokus dalam pengembangan akademik. Para civitas akademika juga harus menjaga dan mengawal ideologi bangsa. “Kemenristekdikti sebentar lagi akan mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa kampus tidak boleh sebagai arena berpolitik. Kampus hanya berfokus pada pengembangan akademik dan untuk menjaga serta mengawal ideologi bangsa yaitu NKRI, Pancasila sebagai ideologi negara, dan UUD 1945, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tetap harus dijaga,\" paparnya. Hal itu juga dalam rangka menghadapi kemajuan di era globalisasi, karena perkembangan teknologi yang semakin canggih. Terutama memasuki era revolusi industri 4.0 yang menekankan pola digital, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya. Era itu dikenal dengan fenomena disruptive innovation semakin memacu dan meningkatkan persaingan secara positif bagi perguruan tinggi. Nasir mengingatkan, tingginya kompetensi era revolusi industri 4.0, dan dukungan bimbingan teknisnya dalam menyiapkan pembelajaran, telah dilakukan dengan cara daring dalam bentuk hybrid atau blended learning. Yakni melalui SPADA-IdREN dengan fleksibilitas dan otonomi kewenangan kepada unit didalamnya, untuk mendorong kreativitas dan inovasi, serta memberi kesempatan untuk beroperasinya universitas unggul dunia di Indonesia. “Bidang pembelajaran dan kemahasiswaan dilakukan perubahan dilakukan dengan reorientasi kurikulum untuk membangun kompetensi era revolusi industri 4.0,” kata dia. Menghadapi tantangan era tersebut, pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah, termasuk dalam menghasilkan dosen berkualitas bagi generasi masa depan. “Melalui pembelajaran berkelanjutan yang diperoleh melalui proses PSH (Pembelajaran Sepanjang Hayat), tidak hanya dengan pengakuan terhadap perolehan gelar (degree), tapi lebih bersifat sebagai cara memasuki sebuah program pendidikan (entry requirement) ke jenjang yang lebih tinggi,\" pungkas Nasir. (jpc/apr)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: