Darurat Bakteri Ecoli, Warga Kelurahan Bakung Tak Lagi Gunakan Air Sumur

Darurat Bakteri Ecoli, Warga Kelurahan Bakung Tak Lagi Gunakan Air Sumur

radarlampung.co.id - Sebagian masyarakat Kelurahan Bakung mengaku selama ini sudah tidak menggunakan lagi air tanah atau sumur lantaran diduga mengandung bakteri Ecoli yang sudah melewati ambang batas.

Runah (38), warga RT 1/Lk 2, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat (TbT) mengakui bahwa air tanah di sekitar rumahnya tidak baik lagi dipakai lantaran telah berubah warna kemerah-merahan dan bau.

Bahkan, air tanah tersebut sudah tidak lagi digunakan untuk mandi karena menimbulkan rasa gatal, kemudian setelahnya timbul bentol-bentol.

\"Sekarang sumurnya sudah tidak bisa digunakan lagi. Airnya bau dan warna merah. Kalau dipakai mandi bisa gatel-gatel semua badan. Apalagi mau dipakai minum, ya engga mungkin lah,\" terangnya saat ditemui di rumahnya, Kamis (19/9).

Ibu rumah tangga itu mengaku, semua warga yang berada di kelurahan tersebut juga beralih menggunakan sumber air dari PDAM. \"Warga di sini sudah tidak menggunakan air sumur lagi, kayak saya. Jadi saya minta bagi air PDAM dari tetangga,\" ujarnya.

Untuk mendapatkan air bersih, Runah haris membayar Rp110 ribu per bulan untuk membayar air PDAM kepada tetangganya, karena dirinya tidak kebagian pemasangan aliran air PDAM.

\"Saya minta air dari tetangga, karena dia memegang surat pemasangan PDAM, air sumur sudah tidak bisa dipakai lagi sejak dua tahun ini, karena sudah parah banget airnya, tidak bisa lagi dipakai. Padahal sebelumnya masih bisa buat mandi,\" imbuhnya.

Dirinya mengungkapkan, salah satu anaknya bernama Fani (2), hingga saat ini mengalami sakit kulit yang diduga karena pernah dimandikan dengan air sumur miliknya.

\"Dulu pas umur empat bulan dia pernah saya mandikan pakai air sumur ini, setelahnya anak saya mengalami bentol-bentol sampai korengan gitu. Penyakitnya malah sampai saat ini masih terlihat,\" tandasnya.

Berdasarkan pantauan Radarlampung.co.id, di Rt 1 Lk 2 Kelurahan Bakung, beberapa rumah yang diketahui memiliki sumur mengaku tidak menggunakan air tanah sejak dua tahun terakhir. Air tampak kemerah-merahan dan menimbulkan aroma tak sedap.

Kepala Puskesmas Bakung dr. Dewi Retnosari mengakui bahwa warga lingkungan yang sering berobat kebanyakan menderita gatal-gatal, flu dan demam.

\"Kalau disini memang yang sering datang keluhannya batuk filek, gatal-gatal, karena kan di sini dekat sampah. Disini juga banyak pondok pesantren, satu kena sakit kulit bisa nular atau disebut sakit kulit skaibis,\" ujarnya.

Menurut dia, penderita gatal-gatal yang mereka temui karena warga tidak merawat lingkungannya dengan baik. \"Bukan karena sumur itu gara-gara emang dia engga bersih, jadi bukan karena sumur,\" tandasnya.

Namun, ketika wartawan menanyakan apakah pihaknya pernah melakukan uji coba kelayakan air di daerah tersebut. Dirinya mengaku sampai saat ini belum pernah melakukan uji laboratorium.

Dirinya bilang pengakuan warga terkait gatal-gatal akibat usai memakai air sumur merupakan suatu informasi yang keliru karena sampah Bakung jauh dari pemukiman warga.

\"Ada kabarnya kalau sumur itu terkontaminasi oleh sampah (TPA Bakung) ya engga mungkinlah. Itukan kalau kita buat sumur itu 10 meter dari situ kan sudah bersih. Semisal sumurnya gali disini, sekarang sampahnya dimana kan puluhan meter dari sampah,\" imbuhnya.

Dirinya mengungkapkan, bahwa pihaknya bersama kelurahan pernah turun langsung ke lokasi yang dikabarkan mengalami gatal-gatal akibat menggunakan air sumur. Ternyata hal tersebut tidak ada.

\"Dulu pernah kesana, ada kabarnya orang gatal-gatal karena mandi di sumur, ternyata itu tidak ada. Itu bukan karena air sumur, tapi karena kebersihannya kurang, higienisnya kurang,\" tandasnya.

Disisi lain, Direktur Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Febrilia Ekawati menyatakan, saat ini kondisi lingkungan di Kelurahan Bakung, Telukbetung Barat, darurat bakteri escherichia coli (Ecoli).

“Kelurahan Bakung dalam kondisi darurat Ecoli. Sebab, IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) yang sudah over kapasitas, tapi dibiarkan saja,” kata Febrilia melalui sambungan telepon, Kamis, (19/9)

Ecoli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif, yang merupakan kelompok coliform. Bakteri coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia, dan timbul karena pembuangan kotoran manusia.

“Air sumur yang terkontaminasi bakteri Ecoli sangat membahayakan warga. Apabila bakteri ini masuk ke dalam saluran pencernaan manusia dalam jumlah banyak, bisa membahayakan kesehatan,” ujarnya.

Dia mengatakan, lumpur tinja yang di buang begitu saja di lubang galian tanpa pengolahan akan meresap dan mencemari air tanah. Apalagi, lumpur tinja yang mengalir ke permukiman warga saat hujan turun, maka akan mencemari air sumur warga.

“Jelas masalah ini sudah bertahun-tahun, sudah lama sekali persoalan ini, kenapa tidak segera diselesaikan,” kata dia.

Menurutnya, bila curah hujan begitu tinggi, maka air limbah tinja bisa kemana-mana. Sehingga, dapat mencemari air tanah di permukiman warga setempat. Hal ini tentu mengancam kesehatan para warga Bakung.

“Padahal, tanggungjawab pemerintah adalah memberikan jaminan keberlangsungan lingkungan,” ujarnya.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPA Bakung masih menggunakan lubang galian di lahan pembuangan sampah untuk menampung lumpur tinja. Alasannya, kolam penampungan khusus lumpur tinja telah overkapasitas. Padahal, pembuangan lumpur tinja ke lubang galian dapat mencemari air tanah.

Seperti yang diketahu, katanya, pada akhir 2017, pernah dilakukan uji lab oleh Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampungyakni terhadap dua sampel air sumur warga Bakung. Hasilnya, sampel air sumur itu positif mengandung bakteri coliform. Bahkan, melampaui ambang batas.

Berdasar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, untuk air nonperpipaan hanya boleh kurang dari 50 kuman per 100 ml, serta 10 ml untuk air perpipaan. Nah, untuk dua sample air sumur itu, hasilnya semua jauh melampaui ambang batas yang dipersyaratkan untuk air bersih. (apr/kyd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: