Aom-Slamet

Aom-Slamet

--

Sampai-sampai sempat ada demo mahasiswa soal matinya demokrasi di kampus mereka? 

Apakah ada pihak tidak suka, Aom merobohkan masjid tua di kampus itu, padahal masih cukup layak? 

Apakah Aom dianggap tidak peduli soal dampak Covid-19, sehingga tak mau menurunkan biaya UKT?

Pokoknya banyak banget.

Dari berbagai spekulasi yang belum tentu benar itu, saya tiba-tiba teringat Slamet. 

Entah mengapa, hati saya terenyuh. Saya pun menangis. Saya tak kuasa membendung air mata membayangkan sosoknya.

Slamet adalah tuna netra penjual kerupuk keliling berusia 50 tahun. Pria 3 anak ini buta total sejak usia 6 tahun karena demam panas.

Sabtu, 29 Juli 2021 sekitar pukul 09.45 WIB, saya bertemu dengan Slamet. Ia duduk di pinggir Jalan Sultan Agung, depan gerbang PKOR Way Halim. 

Saya pun menyapanya dan membeli beberapa bungkus kerupuknya. 

“Pak Ardiansyah ya,” jawab Slamet yang mengenal saya lewat suara.

Saat itulah Slamet menyampaikan sesuatu ke saya dan berharap saya bisa menolongnya. “Ya, ada apa Met,” jawab saya.

Rupanya Slamet meminta bantuan saya untuk menolong anaknya yang diterima menjadi mahasiswa Unila melalui jalur mandiri. Anak tertuanya itu diterima di Fakultas Teknik. 

Dia kesulitan membayar uang Sumbangan Partisipasi Infrastruktur (SPI) sebesar Rp 25 juta. 

“Kok, bisa sebesar itu Met,” tanya saya,

Karena itu, ujar Slamet. Berat bagi dia  membayarnya. Apalagi disaat bersamaan, anak keduanya juga membutuhkan biaya sebesar Rp 8 juta untuk masuk ke sebuah pondok pesantren. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: