Kolonel Makmun Rasyid: Menolak Tunduk
Serma Harun dan Rahim Rasyid di markas pejuang gerilya, Kampung Pematang, lereng Gunung Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus 1949. FOTO ISTIMEWA --
Hari itu tanggal 12 Oktober 1949, sekira pukul 23.00 WIB ditengah derasnya hujan tiba-tiba 10 orang datang ke Markas Rayon Tanjungan mereka mengaku laskar yang ingin bergabung. Suasana agak gelap karena minimnya penerangan.
Setelah mengutarakan maksudnya, tiba-tiba 10 orang itu serentak mencabut golok dan senjata dipinggangnya menyerang pasukan pejuang secara membabi- buta. Tak ketinggalan Kolonel Makmun Rasyid juga menjadi target.
Ternyata mereka pembunuh bayaran yang bertujuan menyerang markas Rayon Tanjungan.
Beruntung 6 orang penyusup berhasil ditembak mati, sisanya melarikan diri ditengah kegelapan malam.
Beberapa pejuang terluka ringan termasuk Kolonel Makmun Rasyid terluka telapak tangan kirinya.
"Seorang penyusup menyerang dengan golok, saya menghindar dan menangkap goloknya, tapi tangan kiri saya terkena ujung senjata lawan", kisah Makmun Rasyid kepada adiknya Rahim Rasyid tentang peristiwa itu.
"Sulit dipercaya, bagaimana mungkin Bang Makmun Rasyid bisa terluka padahal sejak kecil kami belajar silat harimau aliran sitaralak Minangkabau (silat ini disebut starlak, terlat, sterlak atau sterlat berasal dari kata achTERLAAD, sejenis senapan api. Disebut sitaralak atau sterlat karena gerakan pendekar silat ini dipercaya melebihi kecepatan peluru senapan achterlaad), tapi sudahlah itu semua takdir Allah, yang penting nyawanya selamat", berkisah Rahim Rasyid pada Mukhtaruddin anaknya suatu sore dipenghujung Desember 1997.
Rahim Rasyid bukan tentara tapi tergabung dalam laskar rakyat, selama perang berlangsung dia lebih banyak menghabiskan waktunya di markas pejuang di Kampung Pematang, oleh Makmun Rasyid, dia diberi tugas sebagai penyelidik atau mata-mata.
Akhirnya
Apa yang dikatakan M. Soleh Ali Koordinator Pertahanan Wilayah Kalianda kepada Wedana A. Kadir. K. Ratu bahwa Belanda pasti akan pergi dari Indonesia menjadi terbukti.
Semua itu tak lepas karena perjuangan militer dan diplomasi fihak republik. Yang puncaknya ketika Konferensi Meja Bundar (Nederlands-Indonesische Rondetafel Conferentie) ditanda-tangani di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus s.d 02 November 1949 yang berisi pengakuan Belanda atas kedaulatan kita.
Malam itu Kolonel Makmun Rasyid beserta pimpinan pejuang lainnya sulit memejamkan mata meski hari sudah larut malam.
Sebab esoknya tanggal 18 Desember 1949 akan dilakukan penyerahan kekuasaan dari Belanda ke fihak Indonesia.
Dan hari yang dinanti itupun tiba, pagi-pagi, 1 peleton pasukan TNI dan ratusan laskar rakyat berangkat dari Rayon Tanjungan dipimpin Kolonel Makmun Rasyid menuju Detachement Tentara Belanda di Kalianda.
Ketika Bendera Belanda diturunkan dan merah putih dikibarkan, suasana hati para pejuang diliputi bermacam perasaan. Haru, bangga dan bahagia tentunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: