Rektor Unila Kukuhkan Dua Guru Besar Hukum, Ini Judul Orasi Ilmiahnya

Rektor Unila Kukuhkan Dua Guru Besar Hukum, Ini Judul Orasi Ilmiahnya

Guru besar Universitas Lampung (Unila) bertambah. Ini setelah Rektor Prof.Lusmeilia mengukuhkan dua guru besar di bidang Hukum.--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Guru besar Universitas Lampung (Unila) bertambah. Ini setelah Rektor Prof.Lusmeilia mengukuhkan dua Guru besar di bidang Hukum.

Kedua guru besar tersebut yakni Prof. Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., dengan gelar Guru Besar Bidang Ilmu Hukum dan Prof. Dr. Nunung Rodliyah, M.A., dengan gelar Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Islam.

Prof. Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Membangun Rezim Anticyber Laundering di Indonesia: Inovasi Hukum di Era Digital.

Ia menjelaskan, era digital saat ini menimbulkan tantangan baru dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan melalui media siber atau cyber laundering.

BACA JUGA:Waduh! Banyak Obat-obatan di Dinas Kesehatan Lampung Barat Kadaluarsa

"Perilaku pencucian uang ini semakin rumit dan sulit dilacak. Ini karena pelaku memanfaatkan dunia maya untuk melakukan transaksi keuangan tanpa harus datang ke bank, mereka cukup memanfaatkan fasilitas m-banking dan sarana siber lainnya," ungkap Eddy Rifai.

Menurutnya, Kemudahan yang disediakan instrumen keuangan digital, berimplikasi terhadap modus operandi tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui media siber yang dikenal dengan istilah cyber laundering.

cyber laundering adalah suatu cara untuk mencuci uang yang didapat dari hasil kejahatan dengan mempergunakan teknologi tinggi baik itu internet atau sistem pembayaran secara elektronik.

"Regulasi antipencucian uang di Indonesia sebetulnya lahir jauh sebelum era digitalisasi (UU No. 8/2010). Namun fenomena ini ada sejak tahun 2015 dan telah terdeteksi upaya menyembunyikan uang hasil tindak pidana melalui transaksi bitcoin di Indonesia," bebernya.

BACA JUGA:Sambil Menangis, Mantan Bendahara Minta Maaf di Depan Kajari Bandar Lampung dalam Kasus Tukin

Salah satu contoh kasusnya adalah kasus korupsi PT. Asabri dengan tiga tersangka yang diduga menyembunyikan hasil korupsinya dalam bentuk bitcoin.

"Isu tentang cyber laundering sangat menarik dan penting untuk menjawab tantangan penegakan hukum di era digital saat ini dalam tatanan norma hukum Indonesia," kata Eddy Rifai.

Risiko cyber laundering dalam era revolusi digital sangat tinggi, sehingga kebijakan antipencucian uang harus berinovasi. Terlebih lagi cyber laundering belum diatur secara khusus dalam regulasi hukum pidana di Indonesia.

Adapun konstruksi rezim anticyber laundering di Indonesia yang dapat dilakukan di antaranya, PPATK perlu diberi kewenangan lebih yaitu kewenangan sebagai penyidik TPPU, mengharmonisasikan mekanisme pelaporan dan pengawasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: