Ternyata Tradisi Panjat Pinang Sudah Ada Sejak Jaman Penjajahan Belanda, Ini Sejarah dan Filosofinya

Ternyata Tradisi Panjat Pinang Sudah Ada Sejak Jaman Penjajahan Belanda, Ini Sejarah dan Filosofinya

Puncak peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ditandai dengan upacara detik-detik Proklamasi yang dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus--

BACA JUGA:Plafon Kredit Hingga Rp 500 Juta, Simak Syarat dan Ketentuan KUR BRI Serta Jenisnya

Kemudian, peserta berikutnya menggunakan pundak yang paling bawah sebagai tumpuan.

Selanjutnya, peserta berikutnya menyusul dengan bertumpu pada anggota kelompok di bawahnya.

Gelak tawa penonton akan pecah ketika ada peserta gagal mencapai puncak dan meluncur kembali ke bawah karena licinnya batang pinang yang dipanjat.

Bila kelompok pertama gagal, maka kelompok berikutnya mendapat giliran untuk mencoba memanjat sampai puncak.

BACA JUGA:Bagi Pengusaha UMKM, Simak Syarat Mengajukan KUR, Bisa Ajukan Dana Hingga Ratusan Juta

Terkadang, hingga kelompok terakhir tidak ada yang sanggup mencapai puncak. Bila itu, terjadi maka biasanya panitia akan membagi hadiah yang ada dipuncak kepada seluruh kelompok. Namun, hal itu tergantung kesepakatan.

Lomba panjat pinang yang sudah menjadi kearifan lokal bangsa Indonesia dalam rangka memeriahkan HUTRI tersebut ternyata sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Diolah dari berbagai sumber, pada masa penjajahan Belanda lomba panjat pinang digelar setiap tanggal 31 Agustus. Itu untuk memeriahkan peringatan hari ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina.

Selain untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, panjang pinang juga sering digelar saat acara penting bangsa Belanda yang ada di Indonesia. Misalnya, saat hajatan

BACA JUGA:Ayo Ambil! Saldo DANA Gratis Rp 108 Ribu Tanpa Download Aplikasi Langsung Cair, Pakai Link Kagetnya Sekarang

Pada masa itu, lomba panjat pinang disebut de klimast yang berarti memanjat tiang. Hadiah yang disediakan berupa bahan kebutuhan pokok. Misalnya, beras, gula dan roti.

Sedangkan pesertanya adalah para pribumi. Sementara orang-orang Belanda hanya menonton dan akan tertawa bila ada peserta yang gagal mencapai puncak.

Karenanya, ada sejumlah kalangan yang tidak setuju dengan lomba panjat pinang. Sebab, mereka mengganggap itu merupakan sejarah kelam, di mana bangsa Indonesia menjadi bahan tertawaan penjajah.

Di sisi lain, bagi yang setuju, lomba panjat pinang memiliki filosofi itu sebagai wujud perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan membutuhkan semangat dan kerjasama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: