Kerawanan Longsor pada Konstruksi Badan Jalan Kereta Api dan Bangunan Sekitarnya Akibat Getaran

Kerawanan Longsor pada Konstruksi Badan Jalan Kereta Api dan Bangunan Sekitarnya Akibat Getaran

Prof. Lusmeilia Afriani, salah satu rektor perempuan yang memimpin perguruan tinggi di Indonesia. FOTO TANGKAPAN LAYAR/YOUTUBE Official_Unila--

Seri Orasi Ilmiah

Oleh Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM

RADARLAMPUNG.CO.ID-Adanya longsor pada konstruksi badan jalan kereta api dan bangunan sekitar akibat getaran pernah diulas dalam konteks keilmuan oleh Universitas Lampung.

 

Bahkan tema tersebut pernah jadi fokus Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM.

Hal ini disampaikan Lusmeilia dalam orasi ilmiah pengangkatan dirinya sebagai guru besar bidang Ilmu Geoteknik pada jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Unila.

Berikut petikan orasi ilmiah Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM.

 A.LATAR BELAKANG

Kegagalan/kelongsoran pada lereng merupakan fenomena alam yang didefinisikan sebagai pergerakan tanah yang terjadi, dikarenakan adanya faktor maupun gangguan yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser pada tanah atau keduanya secara simultan.

Gangguan pada keseimbangan lereng tersebut diakibatkan oleh kegiatan manusia dan oleh lereng itu sendiri.

Kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan tata guna lahan (pemanfaatan lahan), seperti penebangan hutan secara liar, pembukaan lahan-lahan baru di lereng bukit, perkembangan perumahan di daerah perbukitan, dan sebagainya.

Sedangkan untuk kegiatan dari alam, erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain adalah jenis tanah, pengaruh gempa, curah hujan, dan lain sebagainya.

Selain itu, masalah kegagalan lereng sering terjadi, hal ini disebabkan karena keadaan geografi dan topografi di suatu wilayah.

Salah satu faktor utama dalam kegagalan lereng ini adalah karena curah hujan yang tinggi. Karena curah hujan, adanya aliran air dan memungkinkan air yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) melalui pori-pori tanah, semakin tinggi aliran air sehingga kekuatan lereng berkurang dan mengakibatkan longsoran tanah terjadi.

Kestabilan suatu lereng sangat penting untuk dilakukan analisis dengan memperhatikan beberapa aspek kondisi tanah seperti pada kondisi unsaturated.

Karena pada umumnya, analisis yang dilakukan hanya memperhitungkan bahwa tegangan air pori di atas muka air tanah adalah nol.

Pada kenyataannya, tanah yang berada di atas muka air tanah (MAT) atau yang berada pada vadose zone adalah tanah unsaturated yang memiliki nilai angka pori negatif.

Hal ini sering menjadi penyebab longsor yang tidak diprediksi, terutama saat terjadi hujan lebat beberapa hari berturut-turut (Aller, L., Bennet, T., Lehr, J. H., Petty, R. J., & Hackett 1987). Misalnya, kandungan higt silt dan clay yang tinggi pada zona vadose akan dapat mencegah rembesan air ke permukaan tanah, sehingga cairan ataupun zat lainnya yang ada di permukaan tidak mudah terkontaminasi dengan lapisan air tanah.

Hal ini penting untuk untuk perencanaan dan pengelolaan limbah padat, seperti penentuan lokasi TPA (Li and Zhao 2011).

Kejadian kondisi jenuhnya air di dalam tanah pada saat hujan turun menyebabkan tanah harus memikul beban berat.

Seperti yang terjadi di daerah Puncak Bogor, daerah Liwa, Lampung Barat dan daerah lainnya di Indonesia. Kondisi tanah akan menjadi bahaya bagi penduduk di sekitarnya, terutama di daerah tebing.

Sehingga akan menyebabkan terjadinya kelongsoran. Untuk mengevaluasi stabilitas lereng para ilmuan membutuhkan data kondisi tanah lapangan, data curah hujan, dan data gempa. Sebab, kelongsoran lereng selain dari kondisi jenuh air, bisa juga disebabkan oleh adanya gempa bumi yang sering terjadi pada lokasi suatu lereng.

Hal penting untuk dipelajari dan dianalisa suatu kondisi tanah, sebab tanah akan berbeda sifatnya di setiap lokasi tempat pengambilan sampel. Sifat yang sering muncul adalah sifat fisik tanah berupa kadar air, berat volume, konsistensi tanah sampai dipengaruhinya kepada tingkat kepadatan dan daya dukung tanah, (Gribble 1979).

Kejenuhan suatu tanah tidak hanya pada tanah lempung saja, tetapi lebih pada aliran airnya, seperti pada lokasi rawa atau marsh. Sebab, rawa selalu tergenang air sehingga tidak memungkinkan lagi tanah meresap air.

Jika rawa terdapat di kaki lereng, sedangkan adanya aliran air dari tempat yang lebih tinggi, maka air tersebut tidak mungkin sampai ke permukaan tanah sebagai infiltrasi, sebab rawa sudah jenih dengan air, seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut.

Sifat tanah berupa material yang penting untuk dipelajari dalam mendukung suatu pekerjaan konstruksi, tidak hanya pada kondisi lereng, tetapi sebagai fondasi dari suatu jenis bangunan.

Namun, tidak semua tanah dapat mendukung suatu pekerjaan konstruksi, hanya tanah dengan karakteristik baik yang dapat mendukung suatu pekerjaan konstruksi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap daya dukung tanah sebagai pendukung suatu pekerjaan konstruksi.

Tantangan bagi seorang insinyur adalah bagaimana kondisi tanah yang tidak stabil menjadi stabil yang nantinya mampu mendukung beban di atasnya baik dalam kondisi datar maupun miring. Kondisi miring ini yang sering disebut dengan lereng.

Beberapa ahli geologi menyatakan bahwa longsoran dapat terjadi pada lokasi dengan keadaan bentuk dari geologi, morfologi, hidrologi, dan iklim yang kurang menguntungkan.

Seperti halnya kondisi terjadi saat ini dengan curah hujan yang tinggi. Hujan lebat yang diakibatkan dari fenomena El Nina, dianggap selalu berkaitan dengan dampak bencana hidrometeorologi dan sangat berpengaruh bagi Indonesia.

Longsoran dapat juga terjadi secara alami, bukan karena hujan atau faktor eksternal, seperti halnya karena menurunnya kemantapan suatu lereng, akibat degradasi tanah/batuan bersamaan waktu dan usia lapisan tanah/batuan penyusun lereng.

Oleh karena itu, penanganan longsoran yang berdasarkan pengalaman sebelumnya atau secara try and error pada umumnya kurang berhasil karena lapisan tanah/batuan penyusun lereng, bukan material yang mempunyai sifat karekteristik properties tetap tetapi sangat mudah berubah.

Jika lereng tersebut di sekitar jalur jalan ataupun jembatan yang merupakan prasarana umum dan merupakan sangat vital sehingga bilamana lereng terletak pada lapisan tanah/batuan yang mudah berubah karakteristik propertiesnya akan rentan terhadap longsor, sehingga diperlukan penanganan dengan tepat, cepat, dan ekonomis.

Penanganan prasarana jalan dan jembatan yang mengalami kerusakan akibat bahaya longsor perlu ditangani terutama untuk menanggulangi kerugian gangguan ekonomi masyarakat.

Longsoran yang berdampak pada terganggunya jaringan infrastruktur jalan, maka akan mengganggu kelancaran distribusi barang dan jasa yang juga akan berdampak menghambat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah karena terisolasi.

B. PELAKSANAAN KEGIATAN

a) Lokasi Penelitian

Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 2 tahun, dan pada laporan ini adalah merupakan laporan kemajuan tahun ke 1.

Penelitian ini dilakukan di lapangan dan bekerja sama dengan PT. KAI dan beberapa mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung untuk mendukung mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuanya.

b) Prosedur Penelitian

Survei pendahuluan diperlukan pada awal pelaksanaan penelitian yang dimulai sejak bulan Juni 2022 dengan dimulai tahapan pelaksanaan survey pendahuluan dan studi Pustaka.

Survei pendahuluan diperlukan pada awal pelaksanaan penelitian bertujuan untuk mengenal lokasi survei dalam rangaka mempersiapkan survei yang lebih detail. Beberapa kegiatan pada survei pendahuluan ini meliputi:

a. Penentuan area penelitan

b. Penentuan lokasi pengambilan sampel

c. Pengambilan data-data primer pendukung seperti dimensi, penampang dari objek yang dijadikan sasaran.

d. Pemetaan situasi area penelitian

e. Pengambilan sample tanah dilapangan

Tahapan pengambilan data Getaran pada Lokasi (1) Jalan Fajer Srengsem Kecamatan Panjang, Bandar Lampung; Lokasi (3) Jalan Sultan Agung gg Murai (dekat Mall Bumi Kedaton Bandar Lampung), Lokasi (4) Daerah Rajabasa.

Penelitian ini dilakukan pada 2 area yaitu di lapangan dan di laboratorium. Di lapangan mengambil data (a) getaran ; (b) data tanah dari sondir dan hanbore.

Sedangkan di laboratorium Mekanika Tanah adalah berupa penelitian determinasi jenis tanah dan jenis lapisan tanahnya, selanjutnya mengolah data.

Alat yang digunakan di lapangan adalah alat untuk merekam getaran pada saat kereta lewat. Data yang direkam adalah antara Pukul 8:00 sd 13:00 dan jam 14.00 – 17.00. Adapun kondisi yang dialami pada saat penelitian adalah:

a.Survey dan data yang diambil hanya getaran saja dengan alat accelerometer yang dihubungkan antara sensor ke alat perekam data/data logger. Alat penghubungnya menggunakan BT (Bluetooth) dan kabel data. Dalam penelitian ini, diberikan kode Sensor accelerometer BT dan sensor accelerometer Kabel.

b. Kereta yang lewat adalah kereta tanpa muatan atau kereta kosong Babaranjang arah dari Panjang Provinsi Lampung ke arah Sumatra Selatan.

c. Kereta Babaranjang memiliki 60 gerbong muatan batu bara dengan 60 Tonase setiap gerbongnya dan di 1-2 lokomotif type 205

d. Setiap roda kereta api mensupot 15 ton, sebab ada 4 roda yang bekerja.

e. Kereta melintasi suatu daerah atau lewat antara 3 – 4 menit dimana survey hanya 2 - 5 menit yang diambil datanya.

f. Selain sensor kecepatan, diletakkan juga sensor untuk mendeteksi Kebisingan. Alat kebisingan adalah SLM (Sound Level Meter) yang dihubungkan antara sensor dan alat perekan/data logger menggunakan BT/Bluetooth. SLM ada 3 buat alat. Tetapi didalam penelitian ini tidak dibahas.

g. Sensor getaran yang dipakai adalah sensor Sensor accelerometer bluetooth diletakkan bagian luar sleeper dan Sensor suara dipasang di dinding bangunan sekita Rel. sensor kebisingan ini adalah tambahan diluar penelitian ini, sebab pengambilan data sekaligus untuk saling melengkapi oleh sebab itu diambil sekaligus bersamaan. Pada gambar 10 (a) sensor accelerometer ditempatkan dan dapat dilihat pada gambar 10 (b) adalah alat kebisingan.

 KESIMPULAN

 

Kegagalan/kelongsoran pada lereng merupakan fenomena alam yang didefinisikan sebagai pergerakan tanah yang terjadi, dikarenakan adanya faktor maupun gangguan yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser pada tanah atau keduanya secara simultan.

Gangguan pada keseimbangan lereng dapat diakibatkan oleh kegiatan manusia dan oleh lereng itu sendiri.

Selain itu, masalah kegagalan lereng juga dapat terjadi disebabkan oleh keadaan geografi dan topografi di suatu wilayah.

Dalam pembangunan konstruksi sipil sering dijumpai permasalahan pada jenis tanah lunak, antara lain daya dukung tanah yang rendah dan penurunan (settlement) terjadi cukup besar, seiring dengan bertambahnya beban yang dipikulnya.

Evaluasi stabilitas lereng mempunyai peranan yang sangat penting pada perencanaan konstruksi sipil, salah satunya pada bidang transportasi.

Dalam merencanakan dan membangun jaringan jalan yang melewati kondisi tanah atau batuan diduga telah mengalami degradasi perlu dievaluasi dan dianalisis sebelumnya untuk memperoleh kondisi jaringan jalan yang stabil sehingga dapat mewujudkan tujuan agar jalan dapat memenuhi tiga kriteria, yaitu: aman, nyaman bagi pengguna jalan, serta kuat sehingga dapat memberikan masa layanan yang sesuai dengan umur rencananya.

Karena banyaknya faktor yang dapat menyebabkan kelongsoran ini, maka sangat diperlukan adanya penanggulangan longsor untuk menjaga infrastruktur.

Penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif dilakukan setelah longsor terjadi.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah risiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng.

Risiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu: tinggi, menengah, dan rendah. Tugas seorang engineer meneliti stabilitas lereng untuk menentukan faktor keamanannya.

Dari hasil penelitian tentang getaran di lokasi tanah lereng, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang dilaksanakan di dua lokasi yaitu Panjang dan Kota Bandar Lampung (sekitar Mall MBK) Jalan Sultan Agung sebagai berikut :

1)Respon getaran akibat kereta BABARANJANG yang bermuatan material batu bara dengan beban sebanyak 60 gerbong menunjukkan percepatan yang berbeda antara lokasi di MBK Kedaton dan Panjang.

Percepatan baik dalam arah vertikal (sumbu Z) arah horizontal Y (tegak lurus REL) dan arah X (searah panjang REL) daerah MBK lebih besar dari pada daerah panjang.

2) Percepatan maksimum arah vertikal pada Sleeper di lokasi MBK sebesar 31,14 m/s2 sedangkan di panjang sebesar 14,38 m/s2. Untuk arah horizontal Y di MBK sebesar 14,32 m/s2 dan di Panjang sebesar 5,25 m/s2. Sedangkan untuk arah X di MBK sebesar 2,13 m/s2 dan di Panjang sebesar 0,48 m/s2.

Perbedaan ini bisa disebabkan karena tingkat kekakuan dan kekeraan tanah di MBK lebin kaku dibandingkan dengan kekerasan tanah didaerah panjang.

3) Percepatan rambatan getaran diluar REL sekitar 2,5 m dari As terluar REL menunjukkan penurunan intensitas dibandingkan dengan yang dekat As Rel yaitu di sleeper.

REKOMENDASI

Direkomendasikan poin sebagai berikut ini yang dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil dari penelitian sejenis yang dapat dilaksanakan di kemudian hari:

a) Pengujian Ground Penetrating Radar (GPR) dapat dimanfatkan untuk memprediksi lapisan balast maupun tanah di bawah pondasi track kereta api, sehingga akan memberikan hasil analisis dan pemodelan yang lebih akurat. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: