28 Eks Penyelenggara Pemilu Kompak Desak KPU Segera Laksanakan Putusan MK
Ilustrasi MK.--
RADARLAMPUNG.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) demi tegaknya demokrasi dan keadilan.
Desakan tersebut datang dari pihak-pihak penyelenggara Pemilu periode 2001–2023, sebagaimana rilis yang diterima Radar Lampung, Rabu, 21 Agustus 2024.
Selaku narahubung, Prof. Dr. Ramlan Surbakti, M.A. menyampaikan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai guardian of democracy telah menerbitkan dua putusan landmark decisions.
Pertama, putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus Tahun 2024, menjamin hak konstitusional partai politik peserta pemilu 2024 untuk mengusung pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2024.
MK memberi tafsir konstitusional terhadap ketentuan Pasal 40 Ayat (1) UU No 10/2016, semula mengatur ambang batas syarat pencalonan kepala daerah oleh partai politik berdasarkan perolehan kursi dan suara sah hasil Pemilu Anggota DPRD menjadi berdasarkan perolehan suara sah Pemilu Anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap dengan presentase yang setara dengan syarat pencalonan dari jalur perseorangan.
Kedua, putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, menegaskan syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
Dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, syarat pencalonan kepala daerah yang harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang minimal memperoleh 20% kursi DPRD atau perolehan suara sah minimal 25% dianggap Mahkamah tidak sejalan dengan maksud 'kepala daerah dipilih secara demokratis' sebagaimana dijamin Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.
Ketentuan tersebut dinilai merugikan hak partai politik karena suara sah hasil pemilu menjadi hilang/tidak dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasinya dalam memperjuangkan hak masyarakat melalui pencalonan kepala daerah.
Batasan ini secara faktual juga menimbulkan potensi besar terjadi calon tunggal di banyak daerah pada Pilkada 2024.
Padahal, Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memeroleh ketersediaan calon yang beragam dan inklusif.
Oleh karena itu, MK memberikan tafsir konstitusional dengan mengubah syarat pencalonan menjadi berdasarkan perolehan suara sah pemilu DPRD yang disesuaikan dengan rasio jumlah pemilih dalam DPT dalam suatu wilayah yang selama ini merupakan batasan persyaratan dukungan bagi calon perseorangan.
Demikian halnya dalam Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024, bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No 10/2016 mengenai batas penghitungan usia calon kepala daerah telah jelas dan terang dihitung sejak penetapan sebagai calon.
Ratio decidendi Mahkamah Konstitusi sebagai marwah dari suatu putusan harus dibaca tidak terpisah dan menjadi landasan berpikir amarnya. Sehingga, keutuhan putusan tersebut menyimpulkan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No 10/2016 tidak perlu tafsir lebih selain diartikan dihitung sejak masa penetapan sebagai calon kepala daerah.
Mahkamah pun telah menegaskan bahwa apabila calon kepala daerah tidak mengikuti ketentuan batas usia pada putusan ini, maka sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sengketa hasil pilkada, Mahkamah berpotensi menyatakan calon kepala daerah bersangkutan tidak sah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: