Tim Himasylva Unila Ekspedisi SHOREA di KPH Batutegi Tanggamus Lampung , Eksplorasi Keanekaragaman Burung

Tim Himasylva Unila Ekspedisi SHOREA di KPH Batutegi Tanggamus Lampung , Eksplorasi Keanekaragaman Burung

Tim Himasylva Unila Ekspedisi SHOREA di KPH Batutegi Tanggamus Lampung , Salah Satunya Eksplorasi Keanekaragaman Burung. Foto Unila--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) Universitas Lampung (Unila) kembali menjalankan misinya yakni Ekspedisi Studi Hasil Observasi dan Eksplorasi (SHOREA).

Program SHOREA tersebut bertemakan "Eksplorasi Keanekaragaman Burung di Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Batutegi”.

Ekspedisi SHOREA ini telah  berlangsung dari tanggal 23 hingga 30 Juli 2024 di KPH Batutegi, Kabupaten Tanggamus ini berfokus pada eksplorasi burung (Aves).

Tim Himasylva Unila ini melakukan penelitian di kawasan Kali Jernih, Way Sekampung, KPH Batutegi. 

Pemilihan lokasi ini didasarkan pada potensi keanekaragaman burung yang sangat tinggi di kawasan Hutan Batutegi, serta banyaknya spesies burung yang belum teridentifikasi.

Kegiatan bertujuan untuk mengetahui jumlah jenis burung, jumlah individu, serta famili dominan yang ditemukan selama pengamatan.

Selain itu, tim menghitung indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kekayaan jenis, indeks kemerataan, dan dominansi jumlah individu. 

Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data terkini mengenai spesies burung yang terdapat di Kali Jernih.

Sebagai bagian dari persiapan, tim mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dalam pengamatan burung, termasuk teknik pengambilan gambar dan identifikasi spesies.

Tim ekspedisi terdiri dari enam mahasiswa, yaitu Reza Saputra (Ketua), Deasy Putri Veron Saragih (Sekretaris), Diani Nurohmah Clara A.P., (Bendahara), Miftahus Sa’adah, Muhammad Pradana Wicaksono, dan Aditya Setya Budi.

Kegiatan ini juga didampingi Dian Iswandaru, S.Hut., M.Sc., selaku dosen pembimbing. Reza dan anggota tim menceritakan beberapa kendala yang dihadapi selama ekspedisi, terutama dalam hal identifikasi spesies burung.

"Kesulitan utama kami adalah kurangnya keterampilan dalam identifikasi burung, sehingga kami harus sering bertanya kepada pendamping lapangan dan merujuk pada buku identifikasi. Selain itu, kamera yang digunakan juga masih kurang memadai untuk menghasilkan dokumentasi yang baik," ungkap Reza.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ekspedisi ini memiliki keunikan tersendiri. Lokasi yang menantang dengan tebing-tebing curam menjadi daya tarik tersendiri, ditambah dengan tema aves yang banyak diminati para pecinta konservasi dan pengamat burung.

Selama ekspedisi, tim berhasil mengidentifikasi beberapa spesies burung penting, di antaranya Rangkong Badak (Buceros rhinoceros), yang populasinya terancam, serta Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) dan Alap-alap Capung (Microhierax fringillarius), yang keduanya berstatus dilindungi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: