Kembohong dan Tempoyak, Kuliner Tradisi Leluhur Penggeliat Ekonomi Komunitas dan Media Kelestarian Budaya

Jumat 15-05-2020,14:15 WIB
Editor : Widisandika

Oleh Prof. Dr. Noverman Duadji, M.Si*  Era milineal atau masa digital merupakan hasil revolusi mindset dari revolusi 4.0. Era ini memposisikan strategisnya sumberdaya manusia sebagai pengganti esensi penting sumberdaya alam yang selama ini menjadi andalan pemodelan pembangunan masyarakat bangsa, khususnya negara berkembang. Industri jasa, terutama pariwisata merupakan daya ungkit baru pertumbuhan ekonomi sebagai strategi antisipatif atas kemerosotan produk-produk hasil sumberdaya alam yang cenderung semakin terpuruk. Pemerintah Indonesia melalui beberapa kementerian terkait dari pemerintah pusat sampai pada level pemerintah daerah telah menggelontorkan dana untuk membiayai berbagai macam program pengembangan sektor pariwisata. Tetapi hal ini belum secara signifikan memberikan dampak bagi kesinambungan geliat perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Tentu saja, banyak faktor yang memberikan kontribusi terciptanya suasana stagnan kepariwisataan, khususnya di Provinsi Lampung. Program terkesan latah tindakan mencontoh daerah lain atau meniru icon negara lain dan banyak juga yang salah sasaran atau tidak berbasis kearifan dan potensi lokal didaerahnya.  Studi banding pengembangan pawisata perlu dilakukan untuk membuka wawasan tentang strategi pengelolaan tantangan dan maksimasi peluang. Namun perlu disadari, tidak mungkin dipaksakan memindahkan icon pariwisata tertentu di lain tempat. Disamping juga pasti akan memerlukan sumberdaya yang besar dengan hasil yang terkadang jauh dari harapan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata berbasis keunikan, kearifan dan potensi sumberdaya lokallah yang banyak berkembang bahkan diluar ekspektasi, yaitu menjadi  destinasi wisata dunia yang banyak menghasilkan devisa. Pengabdian Kepada Masyarakat  yang dilakukan tim jurusan administrasi negara FISIP Unila yang diketuai Dr. Noverman Duadji dengan beranggotakan Dr. Novita Tresiana, Dr. Intan FM dan Devi Yulianti, M.A berhasil menemukan nilai-nilai social intrepreneurship yang dilakukan Rafles Hamzah Pansuri penggiat komunitas budaya “Besemah Libagh Semende Panjang” yang berinovasi mengenalkan kuliner tradisional Kembohong dan Tempoyak . Diawali oleh kecintaannya terhadap tradisi dan budaya leluhur yang nyaris punah, maka Rafles terdorong untuk melestarikannya. Bahkan saat tim PKM mampir di Dapoer Semende, Rafles memulai pernyataannya: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai para leluhurnya, dimana sikap ini diwujudkan dengan melestarikan tradisi dan budaya warisan leluhur”.  Salah satu yang dikembangkan adalah menginovasi menu tradisi kembohong dan tempoyak agar dapat memenuhi kerinduan anak rantau untuk menikmati hidangan menu ini, sehingga mereka masih ingat dan rindu kampung halamannya, termasuk tradisi dan budayanya. Lebih lanjut, kendala yang selama ini ditemui adalah jatuh bangunnya upaya yang dia lakukan. Modal finansial yang dimiliki kurang, tempat produksi tidak ada, upah tenaga kerja yang tidak bisa dibayarkan dll. Akhirnya sosok Rafles ini memulainya dengan membuka Dapoer Semende sebuah lapak menu kecil dengan hidangan spesial, yaitu sambal kembohong dan tempoyak. Berkat pembinaan dan pendampingan Tim PKM Jurusan Administrasi Negara FISIP Unila, yang memberikan teknologi sederhana pengolahan pakan, kemasan dan merek, maka kini usaha pengembangan kuliner tradisi kembohong dan tempoyak Dapoer Semende kini semakin menggeliat. Kini Dapoer Semende sudah memiliki 5 orang tenaga tetap pembuat kembohong dan Tempoyak sebagai industri rumahan, baik untuk dipasarkan kepada anak rantau yang rindu menu tradisi melalui media jejaring sosial seperti facebook, WA, dan instagram, maupun untuk memasok kebutuhan Dapoer Semende sendiri sebagai lapak menu spesial bercintra rasa tradisi.  Kembohong dan tempoyak suatu saat akan tersedia secara instan setiap saat dan dapat menjadi icon oleh-oleh tradisi bagi wisatawan (domestik dan mancanegara) yang datang ke Provinsi Lampung. Hasil perolehan penjualan Rafles gunakan bukan saja untuk pengembangan usahanya, tetapi juga dibagikan kepada komunitasnya untuk melestarikan tradisi dan budaya leluhur berbasis pemberdayaan ekonomi komunitas. Sebagai penutup mudah-mudahan Provinsi Lampung dapat menjadi salah satu Cultural Heritage Tourism dan ada beberapa simpulan sebagai catatan penting, yaitu:

  • Tradisi dan budaya lokal merupakan peluang baru dalam pengembangan sektor pariwisata kedepan.
  • Pelestarian tradisi dan budaya lokal akan berkelanjutan dengan ditopang pemberdayaan ekonomi didalamnya.
  • Perlu sinkronisasi dan keterfokusan program dan kebijakan pemerintah dan semua stakeholders terkait dalam upaya pengembangan pariwisata. (*)
  *Pengajar FISIP Universitas Lampung  
Tags :
Kategori :

Terkait