Mengawal Swasembada Padi dengan Data Satelit Penginderaan Jauh

Kamis 17-10-2019,23:20 WIB
Editor : Widisandika

GUNA mengapresiasi dan memotivasi dosen melakukan riset sekaligus berbagi manfaat kepada masyarakat, Radar Lampung Online dan SKH Radar Lampung bekerja sama dengan Universitas Lampung untuk memublikasikan hasil-hasil riset pilihan.   CITA-cita meraih predikat sebagai penghasil padi terbaik bukan lagi sebuah mimpi. Tidak hanya terkait jumlah produksi panen, kualitas produk yang dihasilkan pun dapat menjadi tolok ukur. Ini penting untuk mengawali pelaksanaan program ketahanan pangan berbasis padi. Program ini merupakan satu indikator dari tercapainya kesejahteraan penduduk. Di mana suatu daerah (tingkat terkecil sampai tingkat nasional) dapat dikatakan mampu menyediakan kebutuhan pangan penduduk dalam suatu jangka waktu tertentu. Ketahanan pangan terkait erat dengan tersedianya sumber penghasil pangan. Dalam hal ini tersedianya padi, sangat ditentukan oleh jumlah, dan luas lahan sawah, petani yang melakukan kegiatan budidaya padi, dan kebijakan pemerintah terkait dengan padi. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi ketersediaan air (curah hujan dan irigasi), kesesuaian suhu udara, ketinggian tempat, kelerengan sampai pada ketersediaan pupuk. Suatu kondisi dimana produksi padi sudah baik, maka seharusnya swasembada padi bisa terwujud. Hal tersebut menjadi penting sejak ini menjadi salah satu upaya pembangunan di bidang pertanian yang strategis karena memiliki dampak luas. Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, mutu bahan pangan yang baik, serta nilai gizi yang tinggi memiliki dampak luas pada perekonomian dan mutu sumber daya manusia. Cita-cita tersebut harus diwujudkan dengan mengelola semua sub-sistem terkait secara terintegrasi dengan baik. Pada tahap ini, penggunaan dan pemanfaatan unsur teknologi dari data citra penginderaan jauh dapat menjadi satu pendekatan yang efektif.  Ini bertujuan bagaimana melakukan penilaian terhadap jumlah dan luas lahan sawah di suatu daerah. Dengan keunggulannya, data citra penginderaan jauh mampu untuk menyediakan data dengan cakupan area yang luas. Selain sudah banyak data yang dapat diakses secara gratis, dapat juga digunakan untuk melakukan multi-waktu untuk beragam fenomena. Seperti perubahan luas area sawah. Salah satu informasi yang diperoleh dari suatu luasan area sawah adalah perubahan, perkembangan dan pertumbuhan tanaman padi. Secara popular dikenal dengan fenologi padi. Petani mengenal proses ini secara alamiah dan disertai dengan pengalaman praktisnya. Pada umumnya padi tumbuh selama 90 sampai 120 hari, meski ada diantara yang dapat tumbuh 120 sampai 150 hari. Kondisi tersebut dapat diolah baik secara semi-automatis maupun automatis dengan menggunakan data penginderaan jauh. Sebuah contoh implementasi, sudah dilakukan di desa Beringharjo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Desa seluas 504 Ha dengan luas lahan sawah 106 Ha, dan jumlah populasi 5.515 jiwa ini dikategorikan sebagai salah satu desa swasembada di Kabupaten Pringsewu. Keunggulan tersebut berarti sebuah kemandirian desa. Salah satu keunggulan di bidang produksi padi dapat dikonfirmasi dengan menggunakan informasi penginderaan jauh. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, di desa ini rata-rata petani mampu melakukan tiga kali tanam padi dalam setahun dan bisa menghasilkan panen tiga kali setahun. Meskipun informasi ini masih terbatas karena tidak adanya luas lahan, jumlah produksi panen padi disetiap periode tanam dan jenis varietas dari padi yang ditanam. Namun, ketiga hal tersebut bukanlah sebuah keniscayaan. Melainkan ini menjadi sebuah kabar gembira, bahwa sebuah desa mampu untuk tumbuh mandiri melalui produk pertanian. Berdasarkan sajian dari grafik di atas, pola yang diperoleh berdasarkan setiap perubahan puncak ke lembah  berarti masa  tumbuh padi  dan masa panen padi secara berurutan. Terdapat tiga buah puncak dengan dua buah lembah. Itu yang menjadi konfirmasi bahwa data satelit penginderaan jauh mampu untuk menyajikan informasi jumlah masa tanam padi secara tepat. Terkait dengan ketahanan pangan, jika satu hektar dari lahan sawah mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 6 ton, maka akan diperoleh jumlah panen 960 ton per satu kali panen atau 2880 ton setahun. Jumlah tersebut mampu untuk menyediakan ± 0.5 ton padi per tahun untuk setiap  penduduk di  desa tersebut. Jumlah yang cukup banyak, mengingat konsumsi beras rerata perorang per hari adalah 0.54 kg dan setahun hanya menghabiskan 197 Kg beras.  Maka sangatlah beralasan jika, desa Beringharjo, dan Kabupaten Pringsewu pada umumnya menjadi salah satu lumbung padi nasional. (*)   Penulis: Mochamad Firman Ghazali, S.Pd., M.T. dibantu oleh Mamad Sugandi, Aqilla Fitdhea Anesta, Defferson Sihombing, dan Angga Febry Fatman.   (NIP: 19860625 2019031 013/Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung/Pusat Penginderaan Jauh-Universitas Lampung)  

Tags :
Kategori :

Terkait