PMII Raden Intan Bekali Kader Pemikiran Kritis

Sabtu 20-10-2018,14:21 WIB
Editor : Redaksi

Radarlampung.co.id - Tuntutan yang senantiasa dihadapi oleh organisasi adalah menciptakan sebuah keadaan yang akan terus menjamin berjalannya roda organisasi dan hal ini hanya dapat diwujudkan melalui program-program kaderisasi. Bertempat di gedung Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, kelas pemikiran kritis diikuti 19 peserta yang berasal dari berbagai rayon dibawah naungan PMII Komisariat Raden Intan, Sabtu (20/10). Kelas pemikiran kritis dimaksudkan sebagai bekal para anggota dan kader untuk melihat realitas sosial, karena sifatnya yang tajam secara analisis dan terus-menerus mendobrak penyelewengan ideologi ditengah masyarakat yang seharusnya tidak terjadi. Teori kritis juga bersifat kontemplatif yang dalam, untuk menemukan makna yang lebih utuh dan hal ini hanya dapat dilakukan melalui kaderisasi. \"Dalam konteks ini, kaderisasi bak jantung yang terus memompa darah untuk kelangsungan hidup organisasi, lewat kaderisasi pula lah setiap individu dibekali, dengan keimanan, ketrampilan dan pengetahuan yang mewujud menjadi kesadaran anggota dan kader untuk melihat realitas sosial,\" ujar Dedy Indra Prayoga ketua PMII Komisariat Raden Intan. Dedy Indra Prayoga menambahkan jika tak dibekali pisau analisis maka anggota dan kader akan lebih mudah tertipu dengan berita-berita palsu, seperti realitas sosial hari ini. Maka, dalam Kelas Pemikiran Kritis kali ini pengurus Komisariat Raden Intan mengangkat tema \"membongkar selubung ideologis di era digital\" sebagai upaya untuk membekali para anggota dan kader. Hal senada juga disampaikan oleh ketua pelaksana kelas pemikiran kritis, bahwa tujuan hadirnya kelas pemikiran kritis sebagai upaya membekali para anggota dan kader ditengah kemajuan teknologi dan ledakan informasi. \"Kelas Pemikiran Kritis dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan pisau analisis bagi para anggota dan kader dalam melihat, mengenali dan mengevaluasi \'diri\' dan realitas sosial. Terlebih di era digital hari ini, dimana manusia hidup di dalam \'hutan rimba citraan\' yang hadir dalam bentuk budaya populer dengan ciri; diproduksi secara massal dan dikonsumsi oleh khalayak ramai. Seperti Televisi, koran, internet dan media sosial yang telah menyamarkan garis pemisah antara baik-buruk, benar-salah, asli-palsu,\" ujar Yogi Prazani ketua pelaksana kelas pemikiran kritis. Untuk memenuhi target acara ini maka dihadirkan tujuh teori kritis sebagai pisau analisis, seperti: Critical Thinking, Filsafat Pendidikan Paulo Freire, Filsafat Ideologi Louis Althuser, Konsep manusia menurut Karl Marx, analisis wacana dan kepentingan korporasi, Aswaja sebagai paradigma kritis, dan filosofi kaderisasi. Kelas ini diselenggarakan selama tiga hari dimulai pada tanggal 19 hingga 21 Oktober dengan metode diskusi dan studi kasus dengan pisau-pisau analisis kritis yang telah diberikan. (gie/rls/apr)

Tags :
Kategori :

Terkait