Sembilan Saksi Ngaku Dapat Paket Proyek Nilai Miliaran Rupiah

Rabu 19-01-2022,20:31 WIB
Editor : Widisandika

RADARLAMPUNG.CO.ID-Sidang perkara fee proyek di Pemkab Lampung Utara dengan terdakwa Akbar Tandaniria Mangkunegara digelar Rabu (19/1). Sidang beragendakan mendengarkan keterangan para saksi. Tercatat sebanyak 9 orang saksi hadir. Saksi yang hadir itu yakni Ansyahri Sabak paman Akbar, Fadli Ahmad (ASN) yang juga sepupu dari Akbar, Hendra Wijaya Saleh, Yusni, Edy Abizar, Hanizar Habim, Suhaimi Wiraswasta, dan Ibnu Hajar yang juga sudara dari Akbar. Kemudian Dicky Fahlevi Suudi (ASN) sepupu Akbar. Ansyahri Sabak menjelaskan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa dirinya pernah mendapatkan sejumlah pekerjaan di Dinas PUPR Lampura. \"Saya dapat ketika Syahbudin menjadi Kepala Dinas. Waktu itu dia mengenalkan diri ke saya. Dan memberitahukan bahwa saya dapat paket pekerjaan sebanyak 20 paket dan ada pemberiaan (fee) di awal,\" katanya, Rabu (19/1). Dirinya mengaku kaget mendengar hal itu. Sebab berdasarkan pengalamannya, tidak pernah ada pemberian fee.  “Ya selama ini ketika saya dapat (pekerjaan) saya kasih saja. Sebagai ucapan terimakasih,\" tambahnya. Atas perintah untuk pemberian fee sebesar 20 persen itu, dirinya terpaksa mencari dana dahulu untuk menyetor di awal. \"Saya itu dapat paket proyek di tahun 2015 sampai 2017. Fee saya serahkan di tahun 2015 itu sebesar Rp400 juta langsung ke Syahbudin. Saya dapat 4 paket proyek, nilai pagunya berbeda-beda. Ada Rp350 juta, Rp350 juta, Rp250 juta dan Rp750 juta,\" kata dia. Sednagkan untuk di tahun 2016 dirinya mendapatkan paket proyek sebanyak 2 kali. Dengan nilai pagu sebesar Rp350 juta dan Rp2,3 miliar. \"Dan memberikan fee sebesar Rp600 juta secara tunai di rumah saya kepada Syahbudin. Sedangkan di tahun 2017 ada 4 paket. Yakni Rp680 juta, Rp980 juta, Rp2,5 miliar dan Rp300 juta. Dengan membayar 20 persen bayar dimuka sebesar Rp1,4 miliar,\" terangnya. Menurut Ansyahri, dalam pengerjaan paket proyek itu dirinya menggunakan perusahaan orang lain. Yakni PT Sinergi Sejahtera tahun 2015 dengan mengerjakan 2 paket proyek nilai Rp3,4 miliar. Dan Rp1,4 miliar dengan fee 20 persen. Di tahun 2016 hanya sekali Rp1,5 miliar fee sebesar Rp300 juta. \"Jadi paket proyek yang saya dapatkan saya lempar ke Hendra Wijaya Saleh. Karena langsung saya percayakan kepada dia. Saya enggak turun ke lapangan,\" jelasnya. Lalu saksi lainnya, yakni Fadli Ahmad pun mengakui apabila dirinya mendapatkan paket proyek di tahun 2015 sampai 2017 dari Syahbudin. \"Kami baru dapat pekerjaan itu setelah bertemu dia sebanyak 3-5 kali. Waktu itu enggak ada permintaan fee 20 persen. Jadi seluruh pekerjaan saya kasih ke Hendra Wijaya Saleh semua,\" katanya. Dari pekerjaan yang ia dapat, dirinya mendapatkan untung sebesar Rp200 juta. Dengan pertama dirinya mendapat proyek sebesar Rp500 juta. Dan mendapatkan keuntungan Rp20 juta dengan fee langsung di urus oleh Hendra. Lalu ada paket sebesar Rp940 juta dan dirinya dapat 100 juta dari nilai kontrak setelah dipotong fee 20 persen. \"Dan ada juga saya terima fee sebesar Rp100 juta lupa pagunya. Jadi total itu saya terima Rp220 juta. Dan sudah dikembalikan ke KPK. Saya itu diberi Hendra 10 persen setiap paket pekerjaan,\" kata dia. Menurut Fadli, pemberiaan fee sebesar Rp20 persen di lingkungan Dinas PUPR itu hal yang sudah umum. \"Yang di urus oleh kontraktor dari nilai pagu diterima dan praktek ini sudah dilakukan sejak lama,\" jelasnya. Dilain hal, saksi Hendra Wijaya Saleh alias Eeng pun membantah atas pernyataan dari Fadli itu. Karena menurutnya, Fadli lah yang langsung menyetorkan fee itu ke Syahbudin. \"Benar saya dapat fee dari Fadli. Penyerahannya bukan 10 persen, tetapi 35 persen. Karena kata dia 20 persennya itu untuk ke Syahbudin, dan 15 persen ke dia,\" katanya. Selain itu, Hendra pun tak membantah apabila dirinya juga mengerjakan paket proyek milik Ansyahri Sabak. Dirinya mengakui menyerahkan fee Rp400 juta di tahun 2015 dengan nilai pagu Rp2 miliar, untuk fee tersebut menurutnya diserahkan langsung ke Fria Apris Pratama atas perintah Syahbudin. \"Juga ada nilai pagu Rp700 juta dan menyerahkan fee sebesar 140 juta ke Fria juga. Lalu menyerahkan fee Rp 420 juta untuk nilai pagunya Rp 2.1 miliar. Dan ada juga menyerahkan sebesar Rp210 juta dengan nilai proyek Rp1.05 miliar. Lalu tahun 2017 ada menyerahkan fee Rp220 juta kepada Fria nilai proyeknya Rp1,2 miliar. Ada juga nilainya Rp500 juta dan menyerakan fee kepada pak Helmi orang pak Syahbudin sebesar Rp100 juta, dan tahun 2016 menyerahkan Rp 300 juta untuk proyek Rp 1.5 miliar,\" tambahnya. Selain itu juga Hendra mengaku, pernah memberikan uang sebesar Rp 200 juta kepada Fria dengan janji akan diberikan paket pekerjaan, \"Nah tapi sampai sekarang belum dapaf pekerjaan,\" kata dia. Lalu saksi lainnya, Yusni pun mengaku jika sejak tahun 2015 dirinya selalu memberikan fee proyek sebesar 20 persen kepada Fria. \"Untuk di tahun 2015 saya menyerakan fee kurang lebih ada Rp166 juta untuk 11 paket pekerjaan. Lalu untuk tahun 2016 kurang lebih Rp585 juta yang saya serahkan untuk 9 paket pekerjaan. Sedangkan tahun 2017 ada 3 paket proyek total fee-nya Rp 120 juta, tahun 2018 saya juga ada menyerakan uang totalnya Rp 372 juta tapi sampai sekarang paket pekerjaan belum dikasih,\" pungkasnya. (ang/wdi)

Tags :
Kategori :

Terkait