BANDAR LAMPUNG, RADARLAMPUNG.CO.ID - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung mengungkap penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni DD selaku pengecer dan IS selaku pemilik kios.
Kabag Wassidik Ditreskrimsus Polda Lampung AKBP Muhammad Fauzi didampingi Kasubbid Penmas Bid. Humas Polda Lampung AKBP Rahmad Hidayat menyatakan Unit I Subdit I Indagsi Ditreskrimsus mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada penjualan pupuk urea bersubsidi yang dilakukan seseorang bukan pengecer di Lampung Timur. ''Informasi masyarakat ini kita tindaklanjuti. Pada Jumat (9/11) sekitar pukul 09.00 WIB, kita temukan tumpukan pupuk urea 175 karung kemasan 50 kg atau 8,7 ton produksi PT Pusri. Dalam kemasan karung juga bertuliskan pupuk bersubsidi di gudang Toko Berkah Abadi di Dusun IV Kedaung, Kelurahan Jayaasri, Kecamatan Metrokibang, Lamtim," katanya.
Pemilik toko DD, kata Fauzi, menyatakan pupuk berasal dari kios pupuk Bintang Jaya, pengecer resmi pupuk urea bersubsidi di Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. "Hasil penyelidikan juga diketahui pupuk dijual di atas HET Rp150.000-Rp160.000 per sak yang seharusnya Rp112.500 per sak,'' ujarnya.
Modus operandi, kata Fauzi, pengecer resmi pupuk urea bersubsidi di wilayah Kecamatan Natar menjual pupuk kepada pelaku usaha di Kecamatan Metrokibang. ''Pengecer resmi IS menjual pupuk bukan kepada kelompok tani yang berhak atau beda wilayah rayon dengan cara memanipulasi data laporan realisasi dan pendistribusian pupuk. Seolah-olah pupuk subsidi disalurkan ke kelompok tani sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK)," ujarnya.
Fauzi menyatakan, seharusnya tersangka IS menyerahkan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani di Dusun I Sukadamai, Kecamatan Natar, Lamsel. "Seharusnya pupuk bersubsidi untuk kepada kelompok tani di Dusun I Sukadamai, Kecamatan Natar. Namun malah dijual kepada DD di Lamtim. Tujuan IS untuk mencari keuntungan Rp10.000 per sak," ungkapnya.
Kedua tersangka, kata Fauzi, tidak dilakukan penahanan. "Tidak ditahan karena ancamannya di bawah lima tahun. Hanya dikenakan wajib lapor," katanya. (*)