"Deklarasi damai sudah kami laporkan ke Ombudsman dan Ombudsman mengumumkan itu mal administrasi. Data meninggal dunia ada 246 orang, tapi dampaknya sampai ke anak cucu. Untuk saat ini yang kami daftarkan di Komnas HAM ada 96 orang. Kami, sudah investigasi mencari bukti yang masih ada, jika kami diminta menunjukkan bukti-bukti akan kami tunjukkan lokasi pemakaman korban. Yang jelas kami menolak adanya penyelesaian Non-Yudisial," pungkasnya.
Sedangkan Nurdin salah satu keluarga korban Talangsari mengatakan, setiap ada bantuan ada yang mengatasnamakan Talangsari.
"Padahal kan itu bantuan tempatnya di Talangsari, bukan bantuan personal untuk keluarga korban. Jadi seolah-olah pemerintah sudah memberikan bantuan yang banyak," ungkap Nurdin.
Tak hanya itu, belakangan kata Nurdin ada kelompok yang seolah-olah pro islah. "Padahal sejak kapan Indonesia ini menganut islah. Harusnya kalau mau islah, tegakkan dahulu melalui peradilan," ungkapnya.
BACA JUGA:Unila Gelar Uji Publik Calon Pansel PPKS Di Update
Berdasarkan Wikipedia, Tragedi Talangsari 1989 atau Peristiwa Talangsari merupakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi pada tanggal 7 Februari 1989 di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Peristiwa ini merupakan dampak dari penerapan asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru.
Aturan ini termanifetasi dalam UU Nomor 3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya serta UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Komnas HAM yang memegang mandat sesuai Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM kemudian membentuk tim pemantauan peristiwa Talangsari dan menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di sana.
BACA JUGA:Eksepsi Ditolak, DPD Demokrat Siap Ladeni Pembuktian Pihak Raden Muhammad Ismail
Komnas HAM mencatat tragedi Talangsari menelan 130 orang terbunuh, 77 orang dipindahkan secara paksa, 53 orang dirampas haknya sewenang-wenang, dan 46 orang lainnya disiksa. (*)