Dalam satu riwayat yang terdapat dalam kitab Wafa al-Wafa’, Imam al- Samhudi menuturkan bahwa tatkala orang-orang Madinah mengetahui kabar hijrahnya Nabi dari kota Mekkah, mereka setiap harinya keluar rumah dan berkumpul di daerah yang disebut Al-Hurra.
Kebiasaan ini selalu mereka lakukan berhari-hari, namun sosok Rasulullah SAW yang mereka kagumi itu tak kunjung hadir di Madinah.
Sampai suatu hari, ketika masyarakat Madinah telah kembali ke rumah masing-masing, tersiar kabar bahwa Rasulullah SAW sudah sampai di batas kota Madinah.
Kabar tersebut bersumber dari seorang Yahudi yang melihat sosok yang memancarkan sinar keteduhan, sehingga ia tak sanggup berkata-kata.
BACA JUGA:Simak Yuk, Berikut Ini Tips Cara Mengatur Uang Rp20 Ribu Agar Bisa Menjadi Kaya
Orang Yahudi tersebut hanya dapat memberikan isyarat tangan menunjuk ke satu arah sambil sesekali mengeluarkan kata terbata-bata.
Rasa rindu orang-orang Anshar kepada Rasulullah SAW sebagai idola mereka akhirnya terkabulkan.
Tanpa pikir panjang mereka segera bergegas keluar rumah menuju ke daerah yang ditunjuk seorang lelaki Yahudi tadi.
Orang-orang Anshar paham yang dimaksud pria Yahudi tersebut adalah Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
BACA JUGA:Jhonny G Plate Ditahan, Anies Baswedan Bicara Konsekuensi Partai NasDem
Ketika itu, dengan mengacungkan senjata, menghentakkan kaki mereka ke tanah, orang-orang Anshar itu melantunkan syair "thalaal badru" untuk menyambut Rasulullah.
Orang-orang Anshar itu tidak langsung membawa Rasulullah memasuki kota Madinah, namun mereka terlebih dahulu membawa Nabi ke kediaman Bani Amr bin Auf yang di kelilingi oleh hutan kurma.
Saat itu dikisahkan, Rasulullah SAW tidak langsung masuk ke dalam rumah, akan tetapi memilih untuk beristirahat di tengah kebun kurma.
Rasulullah SAW menyebutnya sebagai kebun al-mustazdaq.
Saat itu, Abu Bakar dengan cekatan mengangkat surbannya dan membentangkannya di atas tempat duduk manusia mulia yang kelak akan menjadi menantunya itu.