RADARLAMPUNG.CO.ID - Nama Rektor IAIN Metro Lampung Prof. Siti Nurjanah kembali disorot pasca laporan delapan dosennya ke KASN beberapa waktu lalu.
Ya, setelah dilaporkan delapan dosennya atas dugaan penyalahgunaan wewenang, kini Prof. Nurjanah -sapaannya- kembali mendapatkan sorotan dari Surat Keputusan guru besarnya yang ditandatangani Mentri Agama Yaqut Cholil.
Salah seorang dosen yang enggan disebutkan namanya menyebut jika SK guru besar milik Siti Nurjanah diduga kuat cacat hukum.
Cacat hukum yang dimaksud adalah, di dalam SK tersebut dituliskan bahwa Penetapan Angka Kredit (PAK) Sekretaris Jendral Kementrian Agama No.1035/SJ/B.II/KP.07.1./02/2023 tanggal 23 Februari 2023 yang bersangkutan diangkat dalam jabatan Profesor.
BACA JUGA:Destinasi Wisata Sungai di Indonesia, Tawarkan Lokasi Arung Jeram Sampai Kehidupan Alam Liar
Lalu dilanjutkan pada bagian keputusan di mana terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2023 dinaikan jabatannya menjadi Profesor atau guru besar bidang Ilmu Hukum keluarga Islam dengan nilai angka kredit 893 kum.
"Di sini terdapat kejanggalan, di mana seharusnya (tanggal, red) penetapan angka kredit dulu baru TMT-nya," katanya, Senin, 5 Juni 2023.
Terlebih lagi, kata wanita berhijab ini, jika melihat pemberitaan sebelumnya yang memuat Profil Rektor IAIN, diketahui Nurjanah mengajukan sebagai guru besar pada April 2022 juga terdapat hal janggal.
"Kalau menurut statuta yang ada, seorang dosen bisa mengajukan guru besar paling kurang tiga tahun setelah menerima gelar doktor atau S3. Kecuali yang bersangkutan memiliki prestasi seperti penerbitan buku atau jurnal Internasional," ujarnya.
BACA JUGA:Pengumuman, Ini Rekrutan Anyar Liverpool!
Namun jika melihat dari google scholar yang bisa diakses publik, artikel atau jurnal internasional Siti Nurjanah baru-baru ini terbilang sedikit.
"Lessons Learned From Child Protection Rights in Religion Paradigm and National Law, tanggal terbit 23 Maret 2022. Ini adalah artikelnya yang terindeks schopus, untuk pengajuan guru besar, sedang artikel sebelum-belumnya tidak bisa masuk hitungan," terangnya.
"Logikanya ini tidak akan cukup (kum, red). Karena untuk menghasilkan nilai kum hanya boleh artikel pada 3 tahun terakhir, sebelum pengajuan gubes. Ditambah nilai kum pada doktor itu hanya 200 lebih, kemudian bisa mencukupi hasilnya? Itu sangat di luar logika," ungkapnya.
Radarlampung.co.id pun mencoba bertanya pada ahli Hukum Perdata Universitas Lampung Prof. Hamzah.