Sehingga, lanjut Lukman Pura, banyak komponen yang terdapat di dalamnya untuk memberikan pendapatan kepada pegawai RSUDAM.
"Ini berbeda dengan honor yang diberikan oleh Pemda kepada OPD-OPD lain dalam hal ini adalah OPD yang namanya tukin. Makanya RSUDAM tidak pakai tukin. Tapi pakai jasa pelayanan (jasa medis). Jadi ada jasa administratif untuk manager, ada juga jasa pelayanan," tuturnya.
Menurut Lukman Pura, seorang Dirut RSUDAM karena kedudukannya bisa saja secara kumulatif mendapat pendapatan atau jasa sekitar Rp 100 juta per bulan.
"Karena (pendapatan, red) amat tergantung kepada klaim rumah sakit terhadap pelayanan. Jadi bisa juga tidak sampai Rp 100 juta. Lebih dari situ (Rp 100 juta, red) juga bisa," ungkapnya.
BACA JUGA:Pererat Tali Silatuhrahmi, Marcom JNE Region Sumatera Sambangi Radar Lampung
Dicontohkannya, jasa pelayanan langsung diberikan kepada dokter spesialis, dokter bedah, dan lainnya yang memberikan pelayanan langsung.
Kemudian, jasa tidak langsung, adalah jasa oleh karena kedudukan dan sebagainya. Termasuk untuk managemen, dewan direksi, semua itu diatur oleh Peraturan Gubernur (Pergub) tenteng Remunerasi RSUDAM.
Maka direksi masuk kedalam penerima jasa tidak langsung.
"Jadi itu kalau dikumulatifkan sebagai kuasa pemegang anggaran yang bisa saja sebesar itu," ucapnya.
BACA JUGA:Polsek Jabung Lampung Timur Amankan Bandit Curanmor
Disinggung apakah bisa seorang Plt mendapat pendapatan dari remunerasi jasa pelayanan tidak langsung, Lukman Pura menyebut bisa, karena atas dasar perintah tugas.
"Plt tugasnya karena perintah tugas dia dibayarkan karena perintah tugas. Jadi ada justifikasi hukum dulu," ungkapnya.
Diketahui, sistem remunerasi pada RSUDAM diatur dalam Pergub Lampung nomor 6 tahun 2020 tentang perubahan atas Pergub Lampung Nomor 48 tahun 2018 tentang Sistem Remunerasi pada RSUDAM Pemprov Lampung.
Pada Pasal 5 disebutkan kelompok penerima remunerasi adalah kelompok tenaga medis, keperawatan, dan tenaga kesehatan lainnya, kelompok administrasi, kelompok manajemen, dan direksi.(*)