Nasib S. Parman di Lubang Buaya kemudian terungkap oleh seorang Bhayangkara Polisi II, yaitu Sukitman.
Sukitman tanpa sengaja terseret dalam peristiwa kelam tersebut.
Hal ini berawal saat dirinya mendengar suara tembakan dari rumah DI Panjaitan di Kebayoran Baru, Sukitman memutuskan untuk menyelidiki asal-usul keributan tersebut.
BACA JUGA:Mengenal Pahlawan Nasional Indonesia Melalui Uang Rupiah Kertas, Siapa Saja?
Dengan mengayuh sepeda dan membawa senjata, Sukitman menuju ke rumah DI Panjaitan. Namun, sebelum ia tiba di sana, Sukitman ditangkap oleh pasukan penjemput DI Panjaitan.
Sukitman diikat dan matanya ditutup. Ia kemudian dibawa ke Lubang Buaya oleh pasukan penjemput Brigjen DI Panjaitan.
Di Lubang Buaya, Sukitman ditempatkan di sebuah ruangan yang disebut sebagai kamar piket oleh pasukan penjemput para korban.
BACA JUGA:Bongkar Resep Viral Bika Ambon Ala Ci Mehong
Berdasarkan pengakuan Sukitman yang dicatat dalam buku berjudul Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965 karya James Luhulima, Sukitman mengungkap momen terakhir Jenderal S. Parman di Lubang Buaya.
Kejadian ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 saat fajar mulai menyingsing.
Dari jarak sekitar 10 meter, Sukitman melihat sekelompok orang yang berkumpul di sekitar sumur.
BACA JUGA:5 Manfaat Tidur yang Cukup Untuk Kesehatan Fisik dan Mental
Tak lama kemudian, tubuh manusia dimasukkan ke dalam sumur tersebut diikuti dengan tembakan senjata.
Sukitman juga menceritakan bahwa ada seorang tahanan yang masih hidup dibawa ke tempatnya.
Menurut ingatan Sukitman, orang tersebut adalah seorang pria dengan pangkat bintang dua di pundaknya.