Catatan Dahlan Iskan Hari Ini: Pak Jatnika dan Bambu Ijuk

Minggu 01-10-2023,04:15 WIB
Reporter : Ardiansyah
Editor : Ardiansyah

Jatnika memang juga ahli membuat rumah bambu. Di komplek yayasannya itu dibangun lebih dari 20 rumah bambu. 

Ada yang berlantai tiga. Berkamar-kamar. Untuk penginapan peserta didik pelatihan bambu.

"Saya sudah membangun lebih 1.500 rumah bambu. Di 26 negara," ujar Jatnika. Ia baru pulang umrah ketika saya ke sana. Bersama istrinya.

Rumah bambu terakhir yang ia bangun di Ukraina. Di ibu kota Kiev. Sebelum perang. Sebelum Covid-19. 

Waktu itu duta besar kita di sana adalah Prof Dr Yudi Latif. Intelektual-budayawan. Ahli Pancasila. Ketika pemerintah Ukraina membangun kawasan budaya internasional di Kiev, Indonesia ikut. 

Dubes Yudi menawarkan rumah bambu khas Indonesia. Sekaligus lima rumah: berbentuk rumah Jawa, Minang dan lumbung khas daerah.

"Saya hampir setahun di sana. Setelah jadi, yang meresmikannya empat kepala negara. Dari Indonesia Wakil Presiden Jusuf Kalla," katanya.

Dari semua bambu yang ada, saya tertarik satu jenis. Belum pernah saya dengar namanya: Bambu Ampel. Hijau dan kuning. 

Besar dan tingginya sama dengan bambu ori yang berduri-duri itu. Tidak sebesar petung, tidak sekecil apus. 

"Tanamnya mudah. Tumbuhnya cepat," kata Jatnika.

Nama Ampel disodorkan Jatnika saat saya bertanya: jenis bambu apa yang paling cepat tumbuh. 

Yang mestinya cocok untuk dikembangkan sebagai bahan baku biomas. 

Saya pun minta diantar ke rumpun bambu Ampel. Yang hijau. Tempatnya di bibir Citarum. Satu rumpun ini saja berisi lebih 50 batang. Rimbun. 

Saya ingin mencoba menanamnya. Membuktikannya. Apakah benar lebih cepat berkembang. 

Kalau tidak, pasti kalah dengan petung. Yang dinding batangnya tebal sekali. Ampel tidak setebal petung. 

Maka saya minta didongkelkan satu bonggol bambu Ampel. Mendongkel bambu tidak tergolong melawan hukum. Bambu tidak punya kekuasaan. 

Kategori :