Usai menghadiri ultah Pak Luhut, bonggol itu saya bawa terbang ke Surabaya. Aman. Pagi harinya saya tanam di Pacet, pegunungan Mojokerto.
Tanah lagi kering. Hujan belum juga datang. Sang bonggol harus membuktikan dirinya sebagai makhluk yang mudah ditanam.
Di situ saya juga membeli tali ijuk. Yang warna hitam itu. Jatnika ternyata juga membina perajin tali ijuk. Bangunan bambu memang hampir tidak bisa dipisahkan dari tali ijuk.
"Bambu itu laki-laki. Kaku tapi lemes. Ijuk itu perempuan. Mampu mengikat bambu sampai lengket," katanya.
Sejak kecil saya ingin jadi bambu. Sejak saya sering tidur di bawah rumpun bambu, sambil mengawasi domba yang saya gembala. Tapi tidak ada ijuk di sana saat itu. (*)