Sementara, Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, jika melihat Provinsi Lampung. Tentu Lampung memiliki potensi untuk perdagangan karbon baik di sektor daratan dan laut.
Tetapi kata Irfan Tri Musri, perdagangan karbon ini tidak hanya melihat potensi. Namun juga implementasi dan siapa penerima manfaat dari perdagangan karbon jika diimplementasikan di Provinsi Lampung.
"Karena saat ini Indonesia lagi gencar-gencarnya mempromosikan perdagangan karbon. Jadi pemerintah pusat melalui peraturan presiden nomor 98 tahun 2021 telah sahkan terkait nilai ekonomi karbon," ungkapnya.
Irfan Tri Musri mengungkapkan jika melihat dari segi ekonomi harga karbon Indonesia jauh lebih rendah dari standar global.
BACA JUGA:Senyawa Bioaktif Biota Laut Perairan Indonesia
"Saya lupa pastinya. Jadi kalau di standar global itu 30 dolar per kg atau ton. Kalau di Indonesia hanya 3 dolar per kg dan ton," ucapnya.
Dalam merealisasikan perdagangan karbon di Lampung juga harus merumuskan konsep perdagangannya.
"Jadi apakah masyarakat yang akan menjadi penerima manfaat yang cukup besar atau masyarakat hanya sebagai pelengkap dan dilakukan oleh aktor-aktor, perusahaan, dan lainnya," tuturnya.
Untuk gambar, Irfan Tri Musri mengatakan bahwa dalam perdagangan karbon pemerintah Indonesia telah meluncurkan bursa efek karbon.
BACA JUGA:Peringati HUT Korpri ke 52, Lampung Timur Gelar ASN Idol
Tentunya perdagangan karbon skala besar ini akan terjadi kesulitan bagi masyarakat jika masyarakat yang mengimplementasikan secara langsung," ungkapnya.
"Oleh sebab itu potensi lainnya akan bermunculan broker atau calok karbon yang akan nantinya memfasilitasi pertemuan antara buyer dan masyarakat," ungkapnya.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan permainan perdagangan karbon dalam konteks upaya penekanan laju perubahan iklim yang menjadi politik global.
"Karena di satu sisi negara-negara maju yang memiliki industri seolah-olah emisi mereka sudah sangat kecil padahal sesungguhnya emisi mereka besar," ungkapnya.
"Tapi karena mereka membeli karbon dari tiga negara dengan hutan hujan tropis terbesar, yaitu Indonesia, Brazil, dan Afrika. Dengan membeli sertifikat emisi karbon seolah-olah emisi mereka sangat kecil," tuturnya.