RADARLAMPUNG.CO.ID – Bayang-bayang kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang terjadi di sejumlah daerah di luar Kabupaten Way Kanan kini menghantui orang tua murid di wilayah itu.
Kekhawatiran muncul: jangan sampai tragedi serupa menimpa anak-anak mereka yang setiap hari mengonsumsi makanan dari dapur MBG di sekolah-sekolah.
“Kami sangat bersyukur sejauh ini anak-anak di Way Kanan belum mengalami keracunan. Tapi kami berharap semua pihak, terutama SPPG dan Dinas Kesehatan, jangan lengah. Pengawasan higienis bahan makanan dan sayuran harus ketat,” kata Sahro, salah satu wali murid, kepada Radar Lampung.
Nada waswas itu bukan tanpa alasan. Menurut Sahro, bahan pangan bermasalah bukan hal asing di dapur sekolah.
BACA JUGA:Kalah Praperadilan, PN Metro Perintahkan Kejari Bebaskan Mantan Kadis PUTR
“Buah busuk, telur busuk, atau nasi basi pernah terjadi. Untung cepat diganti. Tapi tiap hari setelah nasi dibagikan, banyak yang tidak dimakan dan akhirnya dibuang. Mubazir sekali,” ujarnya.
Ia menambahkan, mungkin lebih bijak jika menu disusun dengan melibatkan suara anak-anak agar makanan tidak berakhir di tong sampah.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, Hj. Srikandi, mengakui pengawasan masih jauh dari ideal. Dari 20 dapur MBG yang beroperasi, hanya satu yang sudah mengantongi sertifikat pelatihan higienitas.
“Baru empat dapur yang mengikuti pelatihan. Sisanya bergilir,” katanya.
Dengan kondisi ini, kualitas pangan yang masuk ke perut anak-anak sekolah praktis bertumpu pada kepatuhan masing-masing dapur.
“Kami sudah memberikan rekomendasi apa saja yang harus dilengkapi, tapi implementasinya harus dipantau terus,” ujar Srikandi.
Widodo Cipto, Koordinator SPPG Way Kanan, menegaskan pihaknya rutin mengingatkan pengelola dapur agar melakukan quality control sebelum makanan diolah.
Ia juga menyebut pengawasan dilakukan lintas lembaga.
BACA JUGA:Polres Way Kanan Ringkus Warga Madiun Selatan Usai Gelapkan Motor Yamaha R15 Senilai Rp15 Juta
“Dinas Kesehatan, puskesmas, hingga Polsek dan Koramil ikut memantau. Di dapur saya, sudah tiga kali dicek berkala,” katanya.
Namun, di lapangan, pengawasan sering berjarak dengan praktik sehari-hari.
Keterbatasan tenaga, pelatihan yang minim, dan pola konsumsi anak yang tak diperhitungkan membuka celah masalah.
Ancaman keracunan bukan sekadar isu, tapi risiko nyata jika rantai pengawasan lengah.
BACA JUGA:Promo Indomaret Sore Hemat, Diskon Cemilan Makanan Minuman Hingga 35 Persen
Program MBG sejatinya dirancang mulia: meningkatkan gizi anak sekolah.
Tapi di balik slogan 'makan gratis', ada pekerjaan rumah besar—dari sanitasi dapur, distribusi bahan baku, hingga ketahanan menu. Celah kecil bisa berujung petaka besar.
Orang tua di Way Kanan kini hanya bisa berharap.
“Kami mendukung penuh program ini. Tapi jangan sampai niat baik berubah jadi bencana,” ujar Sahro, suaranya tegas namun penuh cemas.