RADARLAMPUNG.CO.ID - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila),M. Ammar Fauzan menyampaikan pandangan kritis sekaligus undangan terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang direncanakan akan berkunjung ke Provinsi Lampung pada akhir Oktober 2025.
Sebagai lembaga mahasiswa yang berakar pada semangat intelektual dan kepedulian sosial, kami menilai momentum kedatangan Presiden ke Bumi Ruwa Jurai tidak semestinya hanya menjadi seremoni politik atau kunjungan simbolik belaka.
BACA JUGA:Tim PkM DHR Jurusan Kimia FMIPA Unila Kembangkan Inovasi Eco-Green
Ia harus menjadi ruang dialog dan refleksi bersama tentang arah pembangunan yang benar-benar berpihak pada rakyat, khususnya masyarakat Lampung yang masih berhadapan dengan beragam ketimpangan struktural.
Kami, mahasiswa Universitas Lampung, dengan ini mengundang secara terbuka Presiden Prabowo Subianto untuk hadir di kampus kami Universitas Lampung sebagai rumah intelektual dan ruang kebangsaan, guna mendengarkan langsung aspirasi, kritik, dan hasil riset mahasiswa mengenai persoalan riil yang tengah dihadapi masyarakat.
Sebab kami percaya, demokrasi sejati bukan hanya dibangun melalui janji dan pidato di atas panggung kekuasaan.
Tetapi melalui keberanian pemimpin untuk berdialog dengan rakyat yang berpikir, mengkritik, dan menyuarakan kebenaran berdasarkan data.
Lampung hari ini bukan tanpa masalah. Di balik pembangunan infrastruktur yang kerap diagungkan, masih banyak persoalan mendasar yang menggerogoti kehidupan masyarakat: kemiskinan struktural di pedesaan, konflik agraria yang melibatkan korporasi besar dan masyarakat adat, penurunan kualitas lingkungan akibat ekspansi industri ekstraktif, hingga problem tata kelola pangan dan distribusi hasil pertanian yang tidak adil bagi petani lokal.
BACA JUGA:Babak Baru Kasus Penganiayaan Diksar Mahapel Unila: 8 Tersangka Adalah Alumni Dan Mahasiswa Panitia
BEM Unila bersama jaringan riset mahasiswa telah melakukan serangkaian kajian dan penelitian lapangan yang menemukan banyak ketimpangan yang perlu diurai dengan keberanian politik dan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.
Kami juga menyoroti persoalan pendidikan yang semakin berorientasi pada komersialisasi, bukan pada pencerdasan. Perguruan tinggi negeri kini kian terjerat dalam logika korporasi dan birokrasi yang menekan ruang kritis mahasiswa.
Jika Presiden sungguh ingin mendengarkan suara generasi muda, maka kampus adalah tempat terbaik untuk itu. Kami ingin berbicara bukan sebagai objek pembangunan, melainkan sebagai subjek yang memiliki data, gagasan, dan kepedulian terhadap masa depan bangsa.