RADARLAMPUNG.CO.ID - Polemik suksesi Keraton Solo kembali memuncak setelah wafatnya Pakubuwono XIII yang belum menunjuk pewaris.
Konflik perebutan takhta kembali mencuat mengulang ketegangan lama sejak wafatnya PB XII tanpa penerus.
Dua tokoh utama muncul yakni Gusti Purbaya dan KGPA Tedjowulan yang memiliki pendukung kuat.
Keduanya membawa legitimasi berbeda sehingga menciptakan dinamika internal yang sulit disatukan hingga kini.
BACA JUGA:Rp1.000 Jadi 1 Rupiah, Pemerintah Janjikan Redenominasi Mulai Berlaku Tahun 2027
Gusti Purbaya dipandang memiliki legitimasi genealogis kuat sebagai putra kandung almarhum PB XIII.
Sementara KGPA Tedjowulan didukung sebagian keluarga karena pengalaman panjangnya mengurus paugeran Keraton.
Ketegangan meningkat ketika Tedjowulan menegaskan perlunya ketenangan keluarga setelah wafatnya PB XIII.
“Untuk saat ini belum bicara masalah itu, saya perlu waktu 40 hari, kita diam dulu,” ujar KGPA Tedjowulan.
BACA JUGA:Penertiban Setengah Hati, Trotoar Sultan Agung Lagi-Lagi Disulap Jadi Pasar Jalanan
Tedjowulan kemudian menegaskan pentingnya kebersamaan keluarga dalam menentukan arah Keraton Surakarta ke depan.
“Saya sebagai Maha Menteri mengumpulkan semua putra-putri PB XII dan PB XIII untuk menata bersama-sama,” lanjutnya.
Konflik semakin kompleks setelah pernyataan salah satu pangeran terkait penyesalan bergabung republik memicu keresahan internal.
Beberapa pangeran menilai pernyataan tersebut tidak mewakili sikap resmi Keraton Surakarta sebagai lembaga adat.
BACA JUGA:Buntut Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Puluhan Siswa Alami Gangguan Pendengaran Akibat Dentuman Keras