BACA JUGA:Rektor Teknokrat Hadiri Konvensi Kampus XXX dan Temu Tahunan XXVI FRI di Pontianak
“Alhamdulillah, tengah malam pun ada yang beli. Peserta ini kan 24 jam aktivitasnya,” katanya.
Di sisi lain kawasan, Husni, peserta asal Tulangbawang, tampak berjalan santai di sekitar tenda Istiqbal. Ia mengaku telah berada di Kota Baru selama sekitar tiga bulan sebagai bagian dari perjalanan dakwah yang direncanakan selama empat bulan.
“Kami sudah lama di sini, dari awal persiapan. Semua kebutuhan sudah diatur, dari dapur sampai tempat tidur,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Samlan, jamaah asal Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Bersama rombongannya, ia tiba setelah menempuh perjalanan laut dan darat yang panjang.
BACA JUGA:DPRD Alihkan Anggaran Gedung, Tambah Porsi Jalan Lingkungan dan Penanganan Bakung
“Kami lima hari di perjalanan. Naik kapal ke Tanjung Priok lalu ke Lampung. Sampai hari ini sudah ada 500 jamaah dari Tanjung Pinang yang tiba,” katanya dengan wajah sumringah saat hendak menuju Gedung DPRD Lampung untuk salat magrib.
Di Kota Baru, doa dan harapan berpadu dengan denyut ekonomi rakyat. Tenda-tenda ibadah berdampingan dengan aroma masakan yang mengepul, suara lantunan ayat bersahut dengan riuh transaksi sederhana.
Di sinilah spiritualitas menemukan wajah paling membumi: ketika ribuan orang bersujud, dan di saat yang sama, rezeki kecil para pedagang ikut mengalir pelan namun pasti.
Tabligh Akbar Indonesia Berdoa 2025 bukan hanya tentang pertemuan jamaah, tetapi juga tentang bagaimana sebuah peristiwa keagamaan mampu menghidupkan kota, menyatukan manusia, dan menebar keberkahan dari sajadah hingga lapak sederhana.(*)