Iklan Bos Aca Header Detail

Aroma Konflik Makin Terasa, MK Siap Sidangkan Sengketa Hasil Pilpres

Aroma Konflik Makin Terasa, MK Siap Sidangkan Sengketa Hasil Pilpres

RADARLAMPUNG.CO.ID – Aroma konflik pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mulai terasa. Ini ditandai dengan kecemasan soal kontroversi Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang belum tuntas, netralitas para abdi negara, sampai tudingan KPU yang tidak profesional dala menyelenggarakan pesta demokrasi 17 Aprli mendatang. Menanggapi fakta yang muncul, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menegaskan, siap menghadapi dan menangani perkara perselisihan hasil Pemilu 2019. “Pemilu yang sukses tidak hanya berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melainkan sejalan nilai-nilai demokrasi yang digariskan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Maka kami nyatakan siap. Siap 100 persen,” tegas Anwar, Selasa (26/3). Kesuksesan Pemilu, sambung dia bukan hanya tercermin dari kelancaran rangkaian proses pemilu sejak tahapan persiapan, kampanye, sampai dengan pemungutan suara, akan tetapi ditentukan juga oleh bagaimana sengketa hasil Pemilu yang muncul dapat diselesaikan.”Seperti yang saya katakan tadi. MK siap,” imbuhnya. Anwar berpendapat penting sekali penanganan dan penyelesaian perkara sengketa Pemilu dilakukan dengan mekanisme yang tranparan, akuntabel, adil, damai, dan bermartabat.”Saya yakin, proses mendewasakan demokrasi sedang berjalan. Semua pihak tahu itu,” timpalnya. Anwar yakin Pemilu dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya, lancar, damai, adil, dan bermartabat, meskipun Pemilu 2019 merupakan pemilu serentak pertama yang digelar di Indonesia. “Ini pertama kalinya dalam sejarah kita akan melaksanakan pemilu yang secara serentak, serentak antara pemilu legislatif serta pemilu presiden dan wakil presiden, serentak pemilu lima kotak. Pemilu akan melahirkan manfaat dan kemaslahatan bagi seluruh bangsa Indonesia dan menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik dalam segala hal,” papar Anwar. Terpisah Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Mohammad Guntur Hamzah memprediksi jumlah gugatan sengketa hasil pemilu tahun ini akan mengalami peningkatan dibanding tahun 2014. Itu dipengaruhi bertambahnya jumlah alokasi kursi DPR serta daerah pemilihan. Dari analisis yang didasarkan pada data sengketa pemilu 2014 serta tiga kali Pilkada dan kalkulasi persaingan antar kandidat, jumlah gugatan diperkirakan mencapai 320 perkara dengan jumlah kasus di atas seribu. “2014 lalu 269 perkara, kasusnya 996 kenapa beda, karena perkara itu diregistrasi berdasarkan provinsi, sementara kasus-kasus itu ada di dapil-dapil. Kemudian melihat lagi tren dari pilkada yang diselenggarakan tiga kali yakni 2015, 2017 dan 2018 itu yang paling besar di tahun 2015 ada 152 perkara,” papar Guntur. Dengan proyeksi itu, bukan berarti MK akan melakukan pembatasan pendaftaran sengketa, MK memastikan akan tetap melakukan menerima pengajuan sengketa dan memproses sesuai dengan aturan yang berlaku. Prediksi peningkatan jumlah gugatan itu terjadi lantaran proses pemilu dilaksanakan secara bersamaan. Mulai dari pemilihan DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI serta DPD. Selain itu bertambahnya jumlah kursi legislatif yang disediakan serta penambahan jumlah dapil. “Kalau jumlah anggota DPR bertambah tentu juga kesempatan untuk saling memperebutkan kursi bertambah, tambah dapil juga menjadi potensi masalah,” ujarnya. Guntur menambahkan, dalam gugatan sengketa hasil pemilu terdapat dua persoalan mendasar yang menjadi objek gugatan. Yakni terkait hasil penghitungan suara serta proses Pemilu yang dinilai mencederai demokrasi. “Pertama soal kesalahan penghitungan, nah inilah yang membuat MK seolah-olah sebagai kalkulator yang menghitung kesalahan proses penghitungan, tapi yang kedua lebih substantif, MK tidak segan-segan akan melihat sampai ke soal-soal sekiranya ada hal yang mencederai proses Pemilu,” imbuh Guntur. Pihaknya berharap banyaknya potensi gugatan diantisipasi dengan maksimal oleh para penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu beserta jajarannya. Dengan persiapan yang matang dan profesional tidak menutup kemungkinan potensi gugatan akan lebih sedikit. “Persoalan DPT dan DPTb akan menjadi materi pokok perkara yang akan sengketakan peserta pemilu ke MK. Sedangkan terkait proses penghitungan suara terdapat tiga persoalan yang rawan menjadi objek sengketa, yakni netralitas penyelenggara pemilu ditingkatan TPS dan PPS,” ungkapnya. Sedangkan persoalan lain yang muncul dimungkinkan bisa menjadi objek sengketa adalah kesalahan dalam proses penghitungan serta rekapitulasi hasil pemilu akibat dari panitia yang lelah. Terpisah, Komisioner Bawaslu RI Mochammad Afifuddin menyadari kondisi yang akan terjadi. Tapi munculnya gugatan itu bisa diredam jika semua pihak memandang bahwa semua polemik harus diselesaikan dengan kepala dingin, dan prosedur yang sesuai dengan aturan. “Menjelang pencoblosan misalnya, kepada seluruh pihak atau kelompok untuk tidak melakukan intimidasi di tempat pemungutan suara, saat hari pencoblosan.Tidak boleh ada intimidasi di sekitar TPS,” terang Afifuddin. Pernyataan Afifuddin terkait rencana pengerahan massa dari pasangan calon atau kelompok tertentu untuk memantau TPS pada 17 April 2019. “Belum tapi setidaknya ini diingatkan sejak dini. Jangan mengintimidasi, jangan membawa atribut calon ke TPS. Kami beserta jajaran akan melakukan antisipasi dan pencegahan atas hal-hal yang berpotensi melanggar pemilu. Bawaslu akan terus melakukan sosialisasi terkait hal tersebut kepada seluruh partai politik peserta pemilu. “Harapan kita situasi di TPS benar-benar menyenangkan, benar-benar tidak ada ketegangan,” pungkas Afifuddin. (fin/kyd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: