Tolak Pembatalan Sertifikat, Pemilik Lahan di Korpri Tak Rela Tanah Ibunya Dicaplok

Tolak Pembatalan Sertifikat, Pemilik Lahan di Korpri Tak Rela Tanah Ibunya Dicaplok

RADARLAMPUNG.CO.ID - Tidur David Djawanto sulit lelap. Setidaknya sudah dua bulan terakhir. Pikirannya tak karuan. Menjalankan bisnis bengkel motor yang telah lama digelutinya pun sudah tak senyaman dulu. Lahan yang telah puluhan tahun dihuninya terusik. Tanah yang terletak di Jalan Ryacudu, Kelurahan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, itu belakangan diakui pihak lain, bahkan telah  bersertifikat anyar. Ya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) belakangan menerbitkan sertifikat baru di lahan yang ditempati David. Dengan tuan yang baru juga. Sederhananya: sertifikat yang dipegang David dibatalkan BPN. Hari ini (10/7), David kedatangan \"tamu\". Ramai. Ada dari kepolisian, BPN, TNI, Lurah, juga advokad Ahmad Handoko & Associates: kuasa hukum pihak S. Budianto yang belakangan turut mengantongi sertifikat tanah tersebut. Sebulan lalu, 11 Juni, mereka juga datang ke lahan yang sampai saat ini masih dihuni David. Dengan agenda pengukuran ulang tanah. Sempat bersitegang. Antara David dengan advokat Budianto bersikeras sama-sama memiliki alas hak sertifikat. Nah, hari ini, dimediasi pihak Polresta Bandarlampung, dipimpin Kanit Harda Ipda Edwin, dihadiri BPN, serta pihak-pihak terkait dilakukan penentuan titik koordinat tanah seluas 1.014 M2 berjalan. Meski sempat ada penolakan dari keluarga David. \"Dasar pengukuran ini apa, kalau yang diukur 600 meter silahkan, karena ini adalah tanah kami, tapi kalau 1.014 meter saya menolak,\" tegas David, di lokasi pengukuran lahan. David keberatan jika ada yang mencaplok tanah milik keluarganya. Alasannya, sertifikat dimiliki keluarganya sejak tahun 1994. Atas nama Meliana Tjandra Wijaya: orang tua David. Berikut surat jual beli dari Chaman Husin tahun 1991 dengan luas lahan 600 meter persegi. \"Ibu saya dapat tanah ini dari beli, bukan ujug-ujug ada, dasarnya ada, makanya saya sama kelaurga tetap bertahan di sini,\" tegas David. Dia lantas menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Dia benar-benar berkeras pokoknya. \"Kami pun sudah lama di sini, kalau katanya kami ini melanggar karena mendiami lahan milik orang lain, dasarnya apa? Sertifikat dia tahun berapa, saya tinggal di sini sudah lama,\" ujarnya. Ya, David mendiami lahan itu sejak 2003. Juga mendirikan bangunan saat itu juga. Yang kemudian dihuni anak-anak panti asuhan Yayasan Citra Baru. Berkelanjutan sampai 2008. \"Sekarang anak yayasan ada yang sudah bisa mandiri, bisa berdikari. Yayasan ini kayak BLK lo, belajar menjahit dan bengkel,\" kata dia lagi. \"Kalau yang diukur tanah yang di belakang silahkan, saya nggak klaim ada tanah di belakang yang luasnya 400 M2 tapi kalau mereka bilang 1014 M2 ini, artinya ada lahan saya dong yang dicaplok,\" kesalnya. Itu yang tidak bisa dia terima. Bahkan, meski dikatakan telah ada pembatalan sertifikat, dirinya mengaku tidak pernah menerima surat pemanggilan. Baik dari PTUN atau pun surat PK (peninjauan kembali). \"Pokoknya saya tidak pernah terima untuk gugatan soal tanah,\" tegasnya. Sementara, di lokasi tersebut Edwin, Kanit Harda Polresta Bandarlampung, menjelaskan, pihaknya hanya memediasi. \"Kalau perkara ini dibiarkan berlarut-larut, nanti kami polresta yang disalahkan. Kami berada di sini atas dasar undang-undang,\" kata Edwin. Ya, Polresta Bandarlampung lebih dulu melayangkan surat ke pihak David Djawanto. Undangan untuk klarifikasi. Dengan nomor surat No.B/714/VII/2020/Reskrim tertanggal 3 Juli 2020. Dasar laporan: LP/B/876/IV/2020/ Reskrim tanggal 15 April 2020. Dalam surat tertulis bahwa pada Kamis 11 Juni 2020 telah dilakukan pengukuran pengambilan batas bidang tanah di jalur dua Korpri, Jln. Ryacudu, Kelurahan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, Kota Bandarlampung, dengan sertifikat hak milik No. 511 a.n. Yuliatun, terbit pada 6 Mei 2017 luas 1014 M2. Guna kepentingan penyidikan, diperlukan pengukuran penetapan batas, yang akan dilakukan petugas BPN untuk mengetahui letak, batas tanah berdasarkan sertifikat No.511 a.n. Yuliatun. Sebelumnya diberitakan, awal mula perselisihan terjadi pada 14 dan 26 Februari 2020. Di dua hari itu datang surat somasi dari pengacara atas nama Ahmad Handoko. Anehnya, kata David, penulisan nama tujuan bukan atas nama orang tua mereka seperti yang ada pada sertifikat mereka. Bahkan, lanjut dia, pada surat somasi kedua tidak tertulis nama yang dituju. “Inti isi surat somasi itu nyuruh kita kosongkan lahan, kami menolak, karena ini hak kami. Asal usulnya jelas,” kata dia. Surat dari kuasa hukum Ahmad Handoko and fatner, menunjukkan sertifikat atas nama Yuliatun, dengan nomor sertifikat 511 lokasi tanah terdapat di Kelurahan Korpri Jaya, Sukarame. Terbit sertifikat atas nama Yukiatun tertanggal 5 Maret 2019 ditandatangani oleh Kepala BPN Bandarlampung Ahmad Aminullah, dengan luas lahan 1.014 m2. Anehnya, sambung David, pembatalan sertifikat SHM No.M 10045/SI seluas 600 meter persegi, atas nama Ny. Heliana Tjandra. “Nama ibu saya, emak saya itu jelas Meliana Tjandra, bukan Ny. Heliana Tjandra, ini saja janggal, ini ada apa. Lalu, BPN membatalkan sertifikat sebanyak 31 sertifikat No.03/Pbt/BPN.18/2015 tertanggal 19-06-2015. Tentu kami menolak,” tandasnya. Sementara, Yopi Hendro selaku Kuasa Hukum pemilik sertifikat Yukiatun menilai pihaknya telah melakukan prosedur hukum yang berlaku. “Agenda kita hari ini peletakan batas kita minta BPN. Dan ini juga merupakan kepentingan penyidikan dari Polresta Bandarlampung,” ujar Yopi. Disinggung mengenai surat somasi yang dipermasalahkan, menurut Yopi hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. “Tidak ada namanya salah alamat. Kita mengirim surat somasi berdasarkan nama di sertifikat yang sudah dibatalkan BPN, di sinilah lokasinya. Kita sudah cocokkan titiknya di sinilah tempatnya,” tukasnya. (sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: