Pembatalan Sertifikat Disoal, Adu Argumen Warnai Pengukuran Ulang Tanah di Korpri
RADARLAMPUNG.CO.ID - Suasana bersitegang sempat mewarnai pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bandarlampung, di Jalan Ryacudu, Kelurahan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame. Situasi ini terjadi lantaran adanya dua pihak yang sama-sama mengaku memiliki alas hak sertifikat. Terlihat, beberapa orang berpakaian seragam BPN, kepolisian, aparatur kelurahan, para advokad Ahmad Handoko & Associates dari pihak S. Budianto mendatangi lahan yang selama ini ditempati David Djawanto. Lantaran kedua pihak sempat saling bersitegang, akhirnya pihak BPN melakukan pengukuran dari luar areal lahan. Ya, David selaku anak dari pemilik sertifikat atas nama Meliana Tjandra Wijaya menolak segala bentuk tindakan yang dilakukan dari BPN. \"Pokoknya kami menolak segala bentuk dari BPN. Apalagi ada pengakuan hak milik bahwa tanah ini milik orang lain. Karena berdasarkan sertifikat yang saya punya ini adalah tanah orang tua saya,\" ujar David, di sela-sela pristiwa tersebut, Kamis (11/6). Dia menjelaskan, pihaknya menempati lokasi itu sejak 2003. Di mana, dirinya tinggal di lokasi tersebut berbekal sertifikat tahun 1994 atas nama Meliana Tjandra Wijaya yang merupakan orang tuanya. Sertifikat itu didapati sang orang tua dari jual beli atas pemilik sebelumnya, Chaman Husin, yang memiliki akta tanah terbitan tahun 1991 dengan luas lahan 600 meter persegi. \"Saya tinggal di sini sejak 2003 langsung mendirikan bangunan dan ini langsung dihuni anak-anak panti asuhan Yayasan Citra Baru, berkelanjutan sampai 2008 setelah mereka sudah bisa mandiri. Yayasan ini seperti BLK, tempat belajar menjahit serta bengkel otomotif,\" jelasnya. Pada intinya, imbuh dia, pihaknya keberatan atas kedatangan pihak BPN yang mengukur ulang tersebut. \"Sertifikat milik kami lebih tua dan kami di sini sudah lama. Yang dipermasalahkan luasan lahannya juga berbeda, di mereka tertera 1.014 meter persegi, sementara lahan kami ini hanya 600 meter persegi. Menurut saya jadi janggal,\" jelasnya. Diceritakannya, awal mula perselisihan terjadi pada 14 dan 26 Februari 2020. Di dua hari itu datang surat somasi dari pengacara atas nama Ahmad Handoko. Anehnya, kata dia, penulisan nama tujuan bukan atas nama orang tua mereka seperti yang ada pada sertifikat mereka. Bahkan, lanjut dia, pada surat somasi kedua tidak tertulis nama yang dituju. \"Inti isi surat somasi itu nyuruh kita kosongkan lahan, kami menolak, karena ini hak kami. Asal usulnya jelas,\" kata dia. Surat dari kuasa hukum Ahmad Handoko and fatner, menunjukkan sertifikat atas nama Yuliatun, dengan nomor sertifikat 511 lokasi tanah terdapat di Kelurahan Korpri Jaya, Sukarame. Terbit sertifikat atas nama Yukiatun tertanggal 5 Maret 2019 ditandatangani oleh Kepala BPN Bandarlampung Ahmad Aminullah, dengan luas lahan 1.014 m2. Anehnya, sambung David, pembatalan sertifikat SHM No.M 10045/SI seluas 600 meter persegi, atas nama Ny. Heliana Tjandra. \"Nama ibu saya, emak saya itu jelas Meliana Tjandra, bukan Ny. Heliana Tjandra, ini saja janggal, ini ada apa. Lalu, BPN membatalkan sertifikat sebanyak 31 sertifikat No.03/Pbt/BPN.18/2015 tertanggal 19-06-2015. Tentu kami menolak,\" tandasnya. Sementara, Yopi Hendro selaku Kuasa Hukum pemilik sertifikat Yukiatun menilai pihaknya telah melakukan prosedur hukum yang berlaku. \"Agenda kita hari ini peletakan batas kita minta BPN. Dan ini juga merupakan kepentingan penyidikan dari Polresta Bandarlampung,\" ujar Yopi. Disinggung mengenai surat somasi yang dipermasalahkan, menurut Yopi hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. \"Tidak ada namanya salah alamat. Kita mengirim surat somasi berdasarkan nama di sertifikat yang sudah dibatalkan BPN, di sinilah lokasinya. Kita sudah cocokkan titiknya di sinilah tempatnya,\" tukasnya. (sur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: