Catatan Dahlan Iskan Hari ini; Bercerita Jadi Saksi dan Stereo Alor Lalu Nikmati Durian Jambi
Catatan Dahlan Iskan --
Kemiri terbaik dari sana. kemirinya tiga kali lebih besar dari daerah lain. Kenari. Pala.
Dan yang ia selalu banggakan adalah: mangga kelapa.
Ia selalu minta kiriman mangga kelapa dari Alor. Ukurannya sebesar kelapa.
Rasanya, katanya, tiada duanya. Setiap kali melihat mangga besar di Bangkok ia selalu mencibir dalam hati: tidak akan bisa mengalahkan mangga kelapa.
Anda sudah tahu: yang juga terkenal dari Alor adalah lautnya. Pantainya. Teluknya. Pertukaran air lautnya.
Dari dingin (saat Australia musim dingin) ke hangat. Lumba-lumbanya. Ikan pausnya. Semua itu bisa dilihat. Dirasakan.
Kalabahi memang berada di sebuah teluk. Menjorok jauh ke dalam: airnya tenang sekali.
Ketika Adharta SD, ayahnya dipindah ke Pelni Surabaya. Kantornya di dekat tugu Pahlawan. Di sebelah kantor lama Surabaya Post.
Saya juga pernah berkantor sebentar di situ. Di majalah Liberty-nya Goh Tjing Hok.
Adharta sekolah di SD negeri. Satu sekolahan dengan Wapres Try Sutrisno.
Lalu masuk SMA Frateran di belakang kantor pos.
Sarjananya teknik sipil Trisakti. Master manajemennya di Prasetya Mulya.
"Sesekali saya masih ke Kalabahi. Biasanya kalau lagi ching bing. Ke makam. Masih banyak keluarga di sana," katanya.
Harusnya saya ikut rapat stunting Adharta kemarin. Yang diundang para aktivis kesehatan: Ada dr Lie Dharmawan, Daniel Tjen, Prof Soewandi, Prof Susanto, Prof Santoso, Prof Nafsiah Mboi, Prof Chandra Motik, dan Prof Henry.
Adharta masih berharap telinganya bisa kembali stereo. Ia memang tidak ke dokter THT lagi, tapi terapi telinga terus dilakukan:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: