Rektor Unila Bantah Segala Tuduhan Korupsi Tender RSPTN
Suasana Konprensi Pers di Rektorat Unila, Selasa, 19 Maret 2024.--
RADARLAMPUNG.CO.ID - Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Lusmeilia Afriani membantah segala tuduhan yang diarahkan padanya terkait dugaan kongkalikong dana tender Rumah Sakit Pendidikan Tinggi Negeri (RSPTN) senilai Rp 18 miliar.
Pernyataan Rektor tersebut diungkapkan lantaran adanya pemberitaan sekaligus laporan oknum di Kejaksaan Tinggi Lampung, yang menyebutkan dirinya terlibat kongkalikong dengan pemenang tender pengadaan barang dan jasa RSPTN Unila.
Prof. Lusy didampingi Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan TIK Dr. Ayi Ahadiat dan Tim Advokasi Unila Sukarmin menyebut dirinya merasa sangat terluka atas tuduhan tersebut.
"Sejak seminggu terakhir saya menjadi pusat pemberitaan, diawali dengan adanya foto juga tentang adanya pengaduan di Kejati. Bukan hanya saya pribadi yang terluka, tetapi Unila PTN terbesar di Lampung ikut terluka dengan peberitaan yang menyudutkan kami," katanya dalam konferensi persnya di Ruang Sidang Rektorat Unila, Selasa 19 Maret 2024.
BACA JUGA:Wajib Tahu, Ini Cara Menjaga Kesehatan Kulit Agar Tetap Glowing Selama Bulan Puasa
Menurutnya, pembangunan RSPTN Unila adalah impian kampus yang telah dicanangkan, bahkan sebelum dirinya berdiri di kepemimpinan saat ini.
"Ini dibangun khusus masyarakat Lampung, kita bangga akan menerima manfaat ini, yang mana proposal RSPTN ini sudah dibuat sejak beberapa tahun lalu --sejak jaman Prof. Sugeng. Prosesnya tidak mudah. Bulan Mei 2023 baru terdapat tender pengawasan," kata Prof. Lusy.
Dirinya menekankan, dana yang digunakan bersumber dari Asian Davlomvement Bank (ADB) senilai Rp 500 miliar. Proses tender dilakukan dengan sistem yang dimiliki ADB.
Dengan demikian Unila tidak ada hubungan sama sekali dengan pemenang proyek. Unila hanya sebagai tempat dan penerima manfaat dari pembangunan RSPTN.
"Bukan proses tender yang digunakan LHKP atau sebagainya, jadi tidak ada hubunganya Unila dengan proses tersebut. Unila hanya penerima manfaat RSPTN," ungkapnya.
"Unila mengelola Capasity Buidling dan pokja adalah kapasitas Kementrian. Jadi tidak mungkin saya pribadi bisa melakukan persekongkolan. Ini adalah hal yang menyakitkan untuk saya dan 39 ribu mahasiswa yang ada saat ini," jelasnya.
Prof. Lusy menegaskan, pemberitaan yang menggunakan istilah persekongkolan telah dilakukan Rektor bersama pihak pemenang proyek pembangunan RSPTN Unila adalah fitnah yang menyakitkan.
Ia pun menilai hal itu telah mencemarkan nama baik Rektor Unila dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: