Soal Caleg Terpilih yang Tak Harus Mundur karena Ikut Pilkada, Pakar Hukum Nilai KPU Langgar Konstitusi

Soal Caleg Terpilih yang Tak Harus Mundur karena Ikut Pilkada, Pakar Hukum Nilai KPU Langgar Konstitusi

Pakar hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum Unila, Dr.Satria Prayoga, SH, MH--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Pakar Hukum, Dr.Satria Prayoga, SH, MH menilai, KPU RI melanggar hak konstitusi karena membuat pernyataan Caleg terpilih tak harus mundur karena ikut Pilkada.

Beberapa waktu lalu, Ketua KPU RI (Komisi Pemilihan Umum), Hasyim Asyari, memberikan pernyataan Caleg terpilih yang ikut Pilkada tidak harus mundur dari jabatannya sebagai Caleg Terpilih periode 2024-2029.

Pernyataan Ketua KPU RI ini, Yoga-sapaan akrab Satria Prayoga- menjelaskan bahwa KPU RI telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945.

"Jadi, penyataan KPU itu, menimbukan ketidakpastian hukum dan Menimbulkan potensi menghambur-hamburkan uang negara. Karena pada saat Caleg terpilih yang ikut Pilkada itu kalah, mereka menyusul dilantik sebagai anggota legislatif 2024-2029. Berarti ada 2 kali paripurna pelantikan anggota legislatif. Ini sama saja menghambur-hamburkan uang negara," bebernya.

BACA JUGA:Mau Daftar Sekolah Kedinasan STIS 2024? Ini Tahapan Tes Seleksi yang Bakal Ditempuh Peserta untuk Bisa Lulus

Dosen Fakultas Hukum Unila ini menambahkan, pelantikan susulan bagi caleg terpilih yang maju Pilkada 2024, merupakan perbuatan yang jelas-jelas pembangkangan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024.

"Seluruh masyarakat sudah mengetahui bahwa semua Anggota Dewn harus mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri dalam Pilkada sebagaimana UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dilanjutakan dengan Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024, Dewan terpilih harus membuat pernyatan tertulis mengundurkan diri ketika nanti dilantik. Dan Ini adalah syarat yang harus dijalankan oleh KPU," ujarnya.

Tidak hanya melanggar konstitusi, Yoga juga berpendapat bahwa KPU RI, bahkan melanggar hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan "secara bersama-sama".

BACA JUGA:3 Martabak Lampung Dengan Toping Berlimpah Super Lumer, Cocok Buat Naikin Mood

Namun dalam, UU MD3 juga membuka opsi bahwa anggota dewan yang "berhalangan" hadir pelantikan secara bersama-sama, mengucapkan janji/sumpah secara terpisah.

"Kata berhalangan hadir ini dimanfaatkan oleh caleg terpilih untuk tidak mengikuti pelantikan. Tapi kan yang harus dipahami, kata berhalangan hadir disini jika ada sesuatu Musibah dan urgent yang memang tidak bisa dilakukan pelantikan. Nah, mencalonkan diri dalam Pilkada ini bukan sesuatu yang urgent. Karena memang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari. Ini jelas namanya pelanggaran undang-undang," tegasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: