Ken Setiawan: Fakta Pelaku Teroris Korban Doktrin Sakral Kafir dan Jihad

Ken Setiawan: Fakta Pelaku Teroris Korban Doktrin Sakral Kafir dan Jihad

Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan. Foto Dok pribadi--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center atau Pusat Rehabilitasi Korban NII Ken Setiawan angkat bicara terkait penangkapan satu keluarga yang terdiri Bapak, Ibu dan Anak di Malang Jawa Timur dan beberapa penangkapan terduga teroris di daerah lain belum lama ini di Jawa Tengah.

Menurit Ken, Rata rata, mereka terpapar paham radikalisme dan terorisme itu disebabkan belajar dengan guru yang salah, sehingga tafsir agama dan kitab sucinya pun ikut salah terutama dalam memaknai arti kata kafir dan jihad.

"Ada dua doktrin ‘sakral’ yang sering kali mendasari aksi-aksi radikalisme dan terorisme berbaju ideologi agama, yaitu ‘kafir’ dan ‘jihad’," ungkap Ken.

Dia menjelaskan, Doktrin Kafir disematkan kepada mereka yang berbeda agama maupun yang berlainan agama. Maka, semuanya wajib diperangi dan dibunuh, aksi ini mereka sebut sebagai jihad, ini sangat bahaya.

BACA JUGA:Kolaborasi Media Jadi Strategi Adaptasi Perubahan Zaman, Disway dan B-Universe Jalin Kerjasama

BACA JUGA:BRI Borong 4 Kategori Penghargaan di Malam Apresiasi Emiten 2024

"Lihat saja motif HOK terduga pelaku terorisme di Batu Malang itu. Ia tidak akan sampai berani berencana meledakkan diri di rumah ibadah kalau ia tidak meyakini bahwa orang di luar agamanya itu ‘kafir’," ujarnya.

Ken menambahkan, Remaja 19 tahun seperti HOK sebetulnya adalah makanan empuk jaringan teror. Ia adalah target utama propaganda dengan memanfaatkan fase pencarian identitas yang lazim dijalani oleh seseorang dalam kelompok umur tersebut.

Berita mengenai zero terrorism attack pada tahun 2023, menurut Ken, jangan selalu dibincang sebagai pencapaian, tetapi sebagai alarm bahwa aliran air yang tenang juga tetap menyimpan potensi bahaya.

"Banyak kasus saat ini yang diterima NII Crisis Center tentang fakta bahwa anak muda sangat rentan teradikalisasi itu lewat media sosial, jadi tanpa bergabung dalam kelompok teror pun orang dapat terpapar virus radikalisme lewat medsos," ucapnya.

BACA JUGA:Brand Value BRI Meroket 30 Persen Jadi USD11,25 Miliar, Catatkan Pertumbuhan Tertinggi di Asia Tenggara

BACA JUGA:Egi-Syaiful Siap Berlayar di Pilkada Lampung Selatan

Bila sudah terpapar paham radikalisme, mereka hanya perlu menemukan mentor yang nantinya akan mengarahkannya kepada tindakan ekstrem seperti bom bunuh diri dan semacamnya.

Bahkan, jika sudah teradikalisasi tanpa jaringan teroris pun mereka juga berpotensi melakukan aksi teror lone wolf. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: