Iklan Bos Aca Header Detail

Perlu Mahkamah Etik untuk Mengatasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara

Perlu Mahkamah Etik untuk Mengatasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara

--

Sebagai contoh, Andi menjelaskan bahwa dalam proses Pilkada, regulasi yang dikeluarkan oleh tiga lembaga—Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—seringkali berbenturan.

BACA JUGA:Dukung Pengembangan Ekonomi Desa, Program Desa BRILiaN 2024 Terus Berlanjut

Hal ini memicu reaksi dari masyarakat dan mahasiswa yang turun ke jalan untuk mengawal putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Andi juga menyatakan bahwa etika harus diwujudkan dalam bentuk regulasi yang positif.

Dia menambahkan bahwa saat ini, kepentingan pragmatis dari kelompok-kelompok tertentu cenderung mendominasi, dan ketika kekuatan politik terkonsolidasi di parlemen, sering kali muncul interpretasi yang bertentangan dengan kesepakatan sebelumnya.

Lebih lanjut, Andi menjelaskan bahwa kemunduran etika di kalangan penyelenggara negara bukanlah hal baru. Ia mencontohkan kejadian serupa yang terjadi di Arab Spring, Tunisia, Mesir, dan Libya.

Menurutnya, kunci untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menemukan kembali pijakan moral dan etika yang dipandu oleh konstitusi dan regulasi positif.

Selain itu, Andi menggarisbawahi pentingnya masyarakat memahami transisi generasi politik dari era pendiri bangsa yang memiliki kesadaran nasionalisme yang kuat, yang kini telah berubah.

BACA JUGA:Bakal Duet Dengan Sutono, Arinal: Akan Ada Pertemuan Dengan PDIP

Meskipun demikian, Andi melihat bahwa generasi muda saat ini mulai mendesak untuk kembali ke etika dan moral, meskipun mereka tidak mengalami era reformasi 1998.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Ikrar Nusa Bhakti, yang mengatakan bahwa etika dalam politik dan hukum saat ini telah mengalami degradasi yang signifikan.

Dia menyoroti rencana perubahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) oleh DPR yang menurutnya mencerminkan adanya kepentingan politik.

Ikrar juga menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum harus memperhatikan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam proses pembuatan regulasi dan produk hukum.

BACA JUGA:Healing asyik Sambil Edukasi Goa Warak di Metro,Persembunyian Warga Lampung Saat Zaman Penjajahan Belanda

Hafid Abbas, pakar Hak Asasi Manusia dan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), menambahkan bahwa laporan Bank Dunia menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam indeks korupsi dan demokrasi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: keterangan pers