Harapan terhadap Presiden Terpilih untuk Memerangi Mafia Pertambangan dan Deforestasi
--
RADARLAMPUNG.CO.ID-Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menekankan bahwa "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berada di bawah kekuasaan negara dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."
Namun, penerapan pasal ini sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, diharapkan dapat menjadi pemimpin yang berkomitmen untuk menangani isu-isu lingkungan dan memberikan tindakan tegas terhadap para pelaku yang menyimpang dalam pengelolaan SDA.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang ada dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir elit politik.
BACA JUGA:Kasus KdRT Selebgram Lampung, Suami Korban Ditetapkan Tersangka
Pendapat tersebut disampaikan dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) yang bertemakan Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara: Kedaulatan Sumber Daya Alam.
Kegiatan ini diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, pada Rabu (3/10/2024).
Berbagai isu seperti ketidakadilan distribusi hasil, kerusakan lingkungan, dan korupsi seringkali menghalangi pencapaian kedaulatan SDA. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA mencakup masalah deforestasi, pasca-tambang, dan kemiskinan di daerah kaya SDA.
Ia mencatat bahwa deforestasi menjadi isu yang berkelanjutan, dengan laju mencapai 115.500 hektar per tahun pada periode 2019-2020. Hingga tahun 2023, ada sekitar 3.000 lubang bekas tambang yang belum direklamasi.
BACA JUGA:Masuk Mutasi Polri, Barisan Jenderal Bersiap Akhiri Pengabdian
Agus juga menunjukkan bahwa ketidakadilan distribusi hasil SDA menyebabkan daerah kaya seperti Papua mengalami tingkat kemiskinan yang tinggi. Menurutnya, pada tahun 2023, sekitar 26,5 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Hal ini sering disebut sebagai 'resource curse' atau kutukan sumber daya, di mana kekayaan alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat.
Agus juga menyampaikan bahwa regulasi yang ada, termasuk UU tentang pertambangan dan lingkungan hidup, masih kurang relevan dengan tantangan saat ini.
Ia menekankan pentingnya etika dalam pengelolaan SDA dengan prinsip keberlanjutan, transparansi, dan akuntabilitas yang adil. Ia juga menggarisbawahi perlunya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan SDA melalui pengambilan keputusan dan mekanisme pengawasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: