disway awards

Masyarakat Adat Pakuon Ratu Pertanyakan Transparansi Lahan HGU PT PSMI

Masyarakat Adat Pakuon Ratu Pertanyakan Transparansi Lahan HGU PT PSMI

Ilustrasi sengketa lahan.--

RADARLAMPUNG.CO.ID— Aksi protes masyarakat adat Kampung Tanjung Rezeki, Kecamatan Tanjung Raja Giham, terkait penolakan terhadap aktivitas PT Kharisma di wilayah adat mereka, turut memantik reaksi dari masyarakat adat lain di Kecamatan Pakuon Ratu, Kabupaten Way Kanan.

Warga di wilayah tersebut menuntut transparansi terkait lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Pembina Sakti Manis Indah (PT PSMI) yang bergerak di bidang perkebunan tebu. Masyarakat menduga terdapat sebagian lahan warga yang tercaplok oleh perusahaan, padahal tidak termasuk dalam area HGU.

“Kami dari masyarakat Kecamatan Pakuon Ratu mempertanyakan kepada pihak perusahaan, dalam hal ini PT Pembina Sakti Manis Indah (PT PSMI) yang sudah beroperasi sejak tahun 2000. Kami meminta adanya transparansi terhadap proses pembebasan tanah yang dilakukan,” ujar Ahmadi, tokoh masyarakat Pakuon Ratu, Sabtu, 11 Oktober 2025.

Menurut Ahmadi, pembebasan lahan sebelumnya didasarkan pada Peta Situasi Nomor 23 Tahun 1992 yang kemudian diperjelas dengan peta rincikan sebagai dasar kepemilikan masyarakat dalam menerima ganti rugi.

BACA JUGA:Harga Singkong Tak Sesuai Kesepakatan, Petani Way Kanan Menjerit

 “Hasil ukur dari Badan Pertanahan seharusnya memiliki titik koordinat terluar yang berbatasan dengan tanah masyarakat. Hal ini perlu dijelaskan agar tidak terjadi tumpang tindih klaim antara warga dan perusahaan,” tegasnya.

Ahmadi menambahkan, meskipun proses administrasi penerbitan HGU dianggap sah, namun masyarakat tidak mengetahui secara pasti titik-titik batas lahan yang dibebaskan.

 “Kami menduga masih ada sebagian tanah yang dibebaskan tetapi tidak termasuk dalam peta rincikan. Berdasarkan analisis di lapangan, batas koordinat terluar bergeser, dan jika benar terjadi pertambahan luasan, berarti ada kejanggalan. Kami juga khawatir terjadi kolusi antara pihak tertentu dan perusahaan. Ini kami anggap sebagai bentuk perampasan hak masyarakat adat,” ujarnya.

Ahmadi mengaku pihaknya telah meminta klarifikasi kepada PT PSMI, namun hingga kini belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Perusahaan berjanji akan memberikan penjelasan lebih lanjut pada pekan mendatang.

BACA JUGA:Realme Watch 5 Resmi Meluncur, Tawarkan Fitur Premium di Harga Rp799 Ribu

Sementara itu, Cahyo Sugeng Widodo, Services Manager PT PSMI, membantah tudingan tersebut.

 “Tidak benar itu, Pak. Dari dulu memang selalu ada pernyataan seperti itu. PT PSMI sudah membayar lahan seluas 18.600 hektare antara tahun 1993 hingga 1996. Setelah reformasi 1998, perusahaan kembali melakukan pembayaran untuk luas yang sama,” jelasnya.

Cahyo menambahkan, dari total lahan 18.600 hektare yang telah dibayar, hanya 10.000 hektare yang saat ini dapat dikuasai dan memiliki HGU sah, sementara sisanya 8.600 hektare telah kembali dikuasai warga.

"Jadi tidak ada lagi persoalan tumpang tindih. Semua sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Cahyo.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait