radarlampung.co.id-Undang-undang Cipta lapangan Kerja yang bakal menghapus beberapa pasal yang tersebar di 32 undang-undang, kini mendapat sorotan, terutama soal penghapusan pasal-pasal di Undang-undang Jaminan Produk Halal.
Seperti dilansir dalam laman detik.com, pada pasal 552 RUU Cipta Lapangan kerja tertulis sejumlah pasal di Undang-undang jaminan halal dihapus. Mulai Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42 dan Pasal 44.
Seperti diketahui, pada Pasal 4 UU Jaminan Halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Selengkapnya Pasal 4 berbunyi Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Dengan dihapusnya Pasal 4 UU Produk Jaminan Halal, maka pasal yang menjadi turunan Pasal 4 juga dihapus.
Turunan pasal 4 tersebut, diantaranya, Pasal 29 ayat 1 yang menyebutkan Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH, kemudian pada ayat 2 Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen seperti Data Pelaku Usaha, Nama dan jenis Produk, Daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan Proses pengolahan Produk. Sedangkan pada ayat 3 disebutkan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Selain pada pasal 29, terdapat juga pasal 42 yang mencantumkan 3 ayat, yakni pada ayat (1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan, ayat (2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Selanjutnya, pada pasal 44, ayat (1) berbunyi Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal, ayat (2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain, dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Menanggapi adanya penghapusan pasal tersebut, Ketua MUI Lampung, Khairudin Tahmid mengatakan, jika penghapusan pasal tersebut disahkan, akan menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Sebab, saat ini undang-undang No 23/2014 tentang jaminan produk halal dan mandatori halal sudah berlaku efektif pada 17 oktober 2019. Bahkan, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) dan sudah ada turunan undang-undang mengenai jaminan produk halal.
\"Tapi kalau mau dihilangkan (pasal jaminan produk halal) akan memunculkan problem dan masyarakat menjadi resah nantinya,\" beber Khairudin Tahmid melalui sambungan telefonnya.
Padahal, lanjut Khairudin, terkait Jaminan halal dalam undang-undang nomor 23/2014 ini, sebelumnya untuk semua produk makanan dan minuman untuk mengurus sertifikasi halal bersifat volunteery. Namun, saat ini, sudah mandatory atau wajib bersertifikasi halal.
\"Maka jika dihapus akan berimplikasi luas, maka saya lihat perlu pertimbangan pada undang-undang yang diperlukan. Ini akan merugikan masyarakat bahkan negara, karena negara tidak bisa melindungi masyarakat dengan produk halal itu,\" tambahnya.
Namun untuk langkah yang akan diambil MUI Lampung, Khairudin masih menunggu keputusan MUI Pusat. \"Kita belum tahu akan mengambil sikap apa tapi kita menunggu MUI pusat, tapi yang jelas kalau dihapus akan menimbulkan keresahan yang luar biasa,\" tandasnya. (rma/net/yud)