"Jadi Nurdin dan kawan-kawan ini jika merasa dirugikan yang dirugikan bagian mana, karena selama ini belum pernah ada buruh yang mengadu ke SPTI soal upah," ungkapnya.
Turut dijelaskan, sekitar 38 Koordinator KRK beserta anggotanya yang ada di pelabuhan dahulunya disebut supervisi. Dan KRK adalah perwakilan dari perusahaan bongkar muat yang kesemuanya diklaim solid dengan F-SPTI.
"Upah ini memang hitungannya per ton tapi bagaimana penghasilan bongkar muat di pelabuhan, upah itu berasal dari perusahaan bongkar muat asalnya, dari pemberi pekerjaan kemudian diberikan kepada koperasi," bebernya.
Sementara, Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Pelabuhan Panjang Lampung Gaganden menegaskan, lembaga APBMI adalah wadah yang jelas dan memiliki kegalitas formal hukum yang jelas.
Oleh karena itu, menurutnya segala sesuatunya seperti surat yang mengalir tanpa ada kepastian hukum yang tidak resmi dan secara legalitas hukum tidak ada, tidak ada kop surat dengan alamat yang jelas maka dinilai suatu hoaks bahkan bisa dikatakan fitnah.
"Bola liar yang dimainkan orang yang tidak jelas dan secara legalitas hukum tidak mewakili TKBM saya nilai itu adalah fitnah kepada TKBM. Apalagi yang bersangkutan sudah jelas dinyatakan dan dalam kesepakatan bersama dalam RAT koperasi TKBM dia bukan lagi anggota koperasi," ujarnya.
Memang, sambung dia, sudah ada kesepakatan masalan tarif upah buruh dan APBMI pun sudah mensosialisasikannya.
"Pengambilan upah di keperrasi TKBM dilakukan oleh supervisi sesuai dengan pembayaran yang dilakukan oleh PMB sesuai dengan yang tercantum dalam SKB 4 menteri KM 35," tegasnya.
Ia pun menilai saat ini buruh yang tergabung dalam Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang perlahan disejahterakan.
"Kalau dikatakan tidak sejahtera yang mana? Koperasi sudah membagun perumahan dan yang paling baik trobosan Koperasi TKBM adakah bea siswa kepada anak buruh, belum lagi ada pembagian beras," pungkasnya. (*/rls)