Daryono menjelaskan, jika melihat secara fisis, tekanan yang terjadi dalam lapisan kulit Bumi terakumulasi ketika cairan dan gas bawah tanah terjebak dalam lapisan sedimen sehingga tidak bisa keluar.
Material lunak yang terperangkap itulah kemudian memungkinkan terjadinya overpressure jika ditekan oleh gaya tektonik atau adanya guncangan gempa kuat sebagai input motion yang masuk.
Pada dasarnya, gempa memberikan tekanan pada lapisan plastis di bawah material lunak yang terperangkap tersebut.
Sehingga saat tekanan di lapisan yang lebih dalam menjadi mengendur, lalu tekanan menyebar ke luar.
BACA JUGA:Simak! Ini 7 Rekomendasi Jurusan Teknik saat Mendaftar SNPMB 2023
Ketika cairan dan gas yang terperangkap dalam bumi menemukan jalan keluar ke permukaan melalui rekahan batuan yang terbentuk akibat guncangan hebat yang dihasilkan gempa yang kuat, maka terbentuklah gunung lumpur atau pulau baru tersebut.
Material yang keluar secara perlahan itu akhirnya bergerak ke atas rekahan dan membawa material lumpur yang membentuk seperti gunungan lumpur.
Meski begitu, pulau baru tersebut nantinya akan hilang dengan sendirinya.
Selain itu, Daryono juga turut menyebutkan beberapa fenomena kemunculan pulau baru pasca gempa semacam ini yaitu sebagai berikut:
BACA JUGA:Pemda Diminta Tingkatkan Penggunaan SIPD
1. Gempa Ormara, Makran, Magnitudo 8,1 SR (28 November 1945).
2. Gempa Niikappu, Jepang, Magnitudo 8,6 SR (4 Maret 1952).
3. Gempa Gobi Altay, Mongolia, Magnitudo 8,3 SR (4 Desember 1957).
4. Gempa Kandewari, Pakistan, Magnitudo 7,7 SR (26 Desember 2001).
BACA JUGA:Pemprov Lampung Rolling 105 Pejabat Eselon III dan IV
5. Gempa Andaman, Magnitudo 9,2 (26 Desember 2004). (*)