"Tapi mungkin tidak bisa mencapai seluruhnya. Ada yang mengerti, ada yang belum. Karena itu petugas harus menjelaskan, dan harus menjalin komunikasi dengan responden," ujarnya.
Saat ini, BPS tengah melakukan olah data untuk triwulan ke 4 survei biaya hidup. Setiap triwulan selesai, data langsung diolah oleh petugas.
"Nanti setelah selesai triwulan 4, kami akan lihat lagi, takut ada kekeliruan. Kita crosscheck lagi. Setelah itu divalidasi lagi angkanya. Karena banyak variabel, jadi kita harus benar-benar teliti. Setelah itu, kita kirim ke pusat untuk dilihat kembali," pungkasnya.
Untuk diketahui, Kota Metro masuk dalam 10 besar dengan biaya hidup termahal dari kategori data pengeluaran rumah tangga konsumsi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) BPS RI Tahun 2018.
Namun, Kota Metro bukan merupakan kota dengan biaya hidup termahal, tapi Kota Metro justru diminati para investor.
Sebelumnya, dalam rilis yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Metro, Kepala BPS Wintarti menjelaskan, tahun 2018, di Provinsi Lampung, SBH hanya dilakukan di dua kota yaitu Bandarlampung dan Kota Metro. Bila dilihat dari kategori konsumsi, Kota Metro berada di bawah Kota Bandarlampung. Namun, jika dari kategori non konsumsi, memang lebih tinggi dari Kota Bandarlampung.
"Kebetulan sampel (responden-red) kita waktu itu di tahun 2018 untuk Metro banyak yang pengusaha. Sehingga pengeluaran untuk usaha tercatat di dalam pendataan SBH tahun 2018, itu yang menyebabkan pengeluaran non konsumsi di Kota Metro menjadi lebih besar dibandingkan Bandarlampung," tandasnya.
Dari data SBH tahun 2018, untuk Kota Metro pengeluaran per rumah tangga per bulan hanyalah sebesar Rp5.757.063. Sedangkan Bandarlampung mencapai Rp8.089.825.
Sedangkan pada sisi pengeluaran rumah tangga non konsumsi per rumah tangga per bulan untuk Kota Metro di angka Rp6.469.250 sedangkan Bandarlampung hanya Rp 1.977.081. (*)